Bacaan: Yesaya 66:10-14
Kita hidup di dunia yang sering salah memahami arti kekuatan. Banyak orang berpikir bahwa kuat itu berarti tak boleh menangis, harus selalu berhasil, dan tak boleh terlihat lemah. Tapi siapa di antara kita yang tidak pernah lelah? Siapa yang tak pernah merasa kecil di tengah tekanan hidup? Di saat seperti itulah, firman Tuhan dalam Yesaya 66 datang menyapa—bukan dengan teriakan, melainkan dengan kelembutan. Tuhan hadir bukan sebagai sosok yang jauh dan menakutkan, melainkan seperti seorang ibu yang menggendong anaknya dan menenangkan dengan kasih yang dalam.
Gambaran ini mengajarkan kita sesuatu yang sangat penting: kekuatan sejati bukanlah menutupi luka, tetapi berani berjalan bersama Tuhan di dalam luka itu. Kasih Tuhan bukan seperti perlombaan yang menuntut kita selalu cepat dan kuat. Kasih Tuhan itu seperti pelukan hangat di hari yang berat, seperti suara lembut yang berkata, “Aku di sini bersamamu.” Ketika dunia memaksamu terus bergerak, Tuhan justru mempersilakanmu untuk beristirahat di hadapan-Nya, dan dari situlah kekuatan baru mengalir. Tuhan tidak hanya menyembuhkan luka kita—Tuhan juga memulihkan semangat kita untuk hidup kembali.
Karena itulah, setiap kita bisa menjadi saluran kekuatan Tuhan bagi orang lain. Siapa pun bisa menjadi teman yang menenangkan, adik yang menguatkan, atau anak muda yang membagikan penghiburan lewat hal-hal sederhana—seperti mendengarkan, mendoakan, atau sekadar hadir. Dunia ini butuh lebih banyak hati yang penuh kasih, bukan tangan yang menekan. Mari kita wujudkan kekuatan Tuhan itu dalam bentuk yang nyata: dengan menjadi sahabat bagi yang kesepian, penghibur bagi yang sedang takut, dan pembawa damai di tengah dunia yang gaduh. Itulah nilai hidup yang Yesaya tawarkan: kekuatan yang memulihkan, bukan menghakimi.
Jadi jangan takut bila kamu merasa sedang tidak kuat. Tuhan tidak menolaknya—justru di sanalah Ia paling dekat. Di saat kamu merasa rapuh, Tuhan sedang membentukmu menjadi kuat dengan cara yang penuh kasih. Kekuatan yang dari Tuhan tidak datang lewat paksaan, tapi lewat pemulihan hati. Dan siapa pun yang hidup dalam kasih Tuhan akan menemukan: kekuatan itu tidak selalu keras, tapi ia nyata, lembut, dan menyelamatkan.
Pdt. Yohanes P. Pratama