Tulisan ini merupakan refleksi penulis, seorang yang lahir dari tradisi Kharismatik, setelah berziarah dan beribadah dari gereja satu ke gereja yang lain.
Sebagai manusia, sungguh layak untuk kita menyembah kepada Sang Khalik. Penyembahan merupakan bentuk pengabdian kita sebagai seorang hamba dihadapanNya. Banyak tradisi dan agama yang melakukan praktik penyembahan kepadaNya. Bukti bahwa ibadah adalah inti hidup kita sebagai orang beriman. Dan penyembahan ini bisa dalam berbagai macam bentuk, mulai dari doa-doa, kidung-kidung, sujud, dan lain sebagainya.
Namun dalam Kitab Suci, kita menemukan satu benang merah yang tanpa putus diwariskan kepada kita tentang ibadah kepada Allah. Dan ibadah itu bernama Kurban. Setelah mendalami Kitab Suci lebih jauh, kita akan sampai pada hakikat dan inti penyembahan, yang adalah Kurban tersebut. Kata kurban berasal dari bahasa Arab قربان Qurban, dan bahasa Ibrani קֶרֶב Qereb artinya dekat atau mendekat (karenanya sahabat dekat disebut juga sahabat karib). Berarti Ibadah Kurban menjadi sarana untuk kita mendekat dan menyatu dengan Allah. Awalnya manusia dapat langsung berhubungan dengan Allah, namun sejak kejatuhan, manusia membutuhkan sarana untuk menyatu kembali denganNya.
Mari kita mulai dari awal mula Kitab Suci dituliskan
Kurban pada masa Nabi Adam dan Hawa
“Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” (Kejadian 3:7)
“Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” (Kejadian 3:21)
Ayat ini berkisah ketika Adam dan Hawa telah jatuh dalam dosa. Di ayat 7 dikatakan mereka berusaha menutupi ketelanjangannya dengan daun-daunan. Ini bermakna manusia berusaha menutupi dosanya dengan usahanya sendiri. Melambangkan orang yang ingin masuk surga dengan amalnya sendiri, dan ini ditolak oleh Allah. Lalu ayat 21 menerangkan pada kita bahwa Allah sendiri yang berinisiatif menutupi dosa manusia dengan kulit binatang. Ini melambangkan bahwa kelak Allah yang akan menghapus dosa dan menyelamatkan kita, bukan atas usaha kita sendiri. Dan memang Allah telah berjanji di momen yang sama, bahwa “keturunan perempuan akan meremukkan kepala ular” (ayat 15) yang melambangkan pengurbanan Kristus kelak.
Nah kalau Allah memberi pakaian dengan kulit binatang, berarti ada binatang yang dikurbankan untuk menjadi pakaian manusia. Inilah Kurban yang pertama dalam Kitab Suci. dan inisiatornya adalah Allah sendiri.
Kurban pada masa Nabi-nabi
“Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,” (Kejadian 4:4)
“Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu.” (Kejadian 8:20)
“Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya” (Kejadian 22:13)
“Dan Yakub mempersembahkan korban sembelihan di gunung itu” (Kejadian 31:54)
Melalui ayat-ayat diatas, kita dapat melihat praktik ibadah yang dilakukan oleh para nabi, yakni dengan mendirikan mezbah (altar), menyembelih hewan, dan mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah. Allah menghendaki ada penumpahan darah sebagai sarana manusia mendekat kepadaNya. Bahkan sebelum Allah memberi perintah tentang kurban dalam Taurat, para nabi-nabi telah mempraktikannya sebagai bentuk ibadah. Ini mengindikasikan bahwa tidak ada ibadah tanpa kurban, karena inti dari ibadah adalah kurban.
Kurban pada masa Hukum Taurat
“Lalu ia harus menyembelih domba jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa bagi bangsa itu” (Imamat 16:15)
“dan Harun harus meletakkan kedua tangannya ke atas kepala kambing jantan yang hidup itu dan mengakui di atas kepala kambing itu segala kesalahan orang Israel dan segala pelanggaran mereka” (Imamat 16:21)
“Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” (Ibrani 9:22)
Ibadah Kurban ini dinamakan Yom Kippur artinya Hari Pendamaian, yang diperintahkan Allah untuk diadakan setahun sekali untuk menghapus dosa-dosa bangsa Israel (Im 16:34). Pada hari ini, Imam Besar akan masuk dalam Ruang Maha Suci untuk mempersembahkan kurban sembelihan bagi penebusan dosa. Disini jelas Allah menghendaki adanya penumpahan darah sebagai ganti dosa-dosa yang diperbuat bangsa Israel. Bahkan dalam Surat Ibrani diatas, Rasul Paulus menegaskan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”, dan ini merupakan inti dari Taurat yang diberikan Allah. Ayat 21 menerangkan bahwa dosa manusia telah ditimpakan kepada hewan sembelihan tersebut, sehingga manusia dapat didamaikan dengan Allah kembali. Tentu ini sebagai bayangan dari pengurbanan yang Kristus lakukan kelak, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4)
Kurban Kristus: Penggenapan Kurban yang Sejati
“Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.” (Roma 3:25)
“dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kolose 1:20)
“... sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban.” (Ibrani 7:27)
Jika dalam Perjanjian Lama, Imam Besar harus mempersembahkan kurban sembelihan untuk menebus dosa secara terus menerus, kini Kristus telah menggenapinya dengan mengurbankan diriNya sekali untuk selama-lamanya. Melalui darahNya, Allah mendamaikan manusia dengan diriNya. Pengurbanan Kristus menjadi satu-satunya jalan untuk manusia dapat mendekat dan menyatu denganNya. Segala kurban yang dijalankan para nabi dan imam-imam pada masa Taurat telah digenapi dengan Kurban Salib.
Seperti jaman dulu, Allah selalu menjadi inisiator dan satu-satunya yang dapat menyelamatkan manusia. Karena keadilanNya menghendaki dosa harus dihukum, dan kasihNya menghendaki manusia layak diampuni, maka Allah sendiri melalui FirmanNya yang turun, merelakan diri menjadi Kurban Tebusan. Penumpahan darahNya yang sekali untuk selamanya itu telah menebus dan memulihkan fitrah kita yang telah rusak akibat dosa. Dengan jalan itu, manusia dapat kembali mendekat dan menyatu denganNya. Dan jalan itu bernama Kurban.
Kurban Perjamuan: Penghadiran Kembali Kurban Salib dalam Ibadah
“Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:53-56)
“Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:42)
“Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” (1 Kor 11:23-26)
“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,” (Filipi 3:10)
Layaknya ibadah pada masa nabi-nabi dan hukum Taurat, kurban selalu menjadi inti dan puncak penyembahan. Perlu kita ingat bahwa tujuan keselamatan kita adalah “ambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Petrus 1:4), artinya menyatu dengan Allah. Oleh karena itu, kita perlu secara terus menerus mematikan daging, menguduskan diri, dan menyatu dengan Kurban Salib Kristus, yang adalah jalan keselamatan kita. Dalam hal ini, Perjamuan Kudus yang ditetapkan Kristus sendiri sebelum disalibkan, menjadi sarana pengudusan dan penyatuan kita pada Kurban SalibNya (Filipi 3:10). Dalam Kurban Perjamuan, Kurban Salib Kristus yang sekali untuk selama-lamanya dihadirkan kembali dalam setiap ibadah kita.
Jika dulu para nabi mempersembahkan kurban binatang, kini ketika beribadah, kita mempersembahkan Kurban Perjamuan Kudus untuk mengenang Kurban Salib Kristus yang menyelamatkan itu. Karena tidak ada ibadah, tanpa kurban. Dan tidak ada pengampunan, tanpa penumpahan darah. Ketika Imam mengucapkan, “....terimalah dan minumlah, inilah DarahKu yang ditumpahkan bagimu…”, disana kita mengenang dan menghadirkan kembali penumpahan darah Kristus di kayu salib yang menyelamatkan kita.
Begitu pentingnya Kurban Perjamuan Kudus ini, sehingga hal yang Kristus lakukan sebelum wafat adalah menetapkan Perjamuan ini sebagai peringatan akan Dia. Perjamuan Kudus juga menjadi praktik yang rutin dilakukan gereja mula-mula, dengan sebutan “memecahkan roti” (Kis 2:42, 2:46, 20:7, 11, 27:35). Bahkan Yesus sendiri setelah bangkit juga tetap mengadakan perjamuan (Luk 24:30). Ini bukan sekedar makan biasa, namun merupakan wujud ibadah yang dilakukan gereja mula-mula. Karena jika Perjamuan Kudus sekedar makan biasa, tentu tak akan ada hukuman jika seseorang tidak layak menerimanya (1 Kor 11:27-29). Justru karena Perjamuan Kudus merupakan misteri pengudusan, maka hanya yang layak yang boleh ambil bagian didalamnya (1 Kor 11:28).
Ketika kita makan Tubuh dan DarahNya, kita memiliki rahmat pengudusan yang menyatukan kita denganNya. “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:56), demikian Sabda Kristus sendiri. Kapan kita memakan daging dan darah Kristus? Ketika mengikuti Perjamuan Kudus. Oleh karena itu, Perjamuan Kudus menjadi inti ibadah kita sebagai pengikutNya, seperti kurban sembelihan menjadi inti ibadah para nabi dahulu. Karena Perjamuan Kudus menjadi peringatan akan Kurban Salib dan sarana penyatuan kita denganNya.
Tanpa Perjamuan Kudus, kita akan kehilangan benang merah ibadah yang selama ini Allah tetapkan dalam Kitab Suci. Tanpa Perjamuan Kudus, kita hanyalah sekelompok orang yang mengikut Kristus, tanpa adanya rahmat pengudusan yang menyatukan kita denganNya. Dengan ambil bagian dalam Perjamuan, batin kita terus menerus dipulihkan dan dikuduskan. Sehingga dalam keseharian, kita mampu menjadikan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan bagi Allah (Roma 12:1). Dan kelak, ketika Kristus datang kembali ke dunia, kita dipandang layak untuk masuk dalam kemuliaan yang abadi, yang adalah harapan para nabi dan orang-orang kudusNya.
Karenanya, gereja dari sepanjang zaman dan di segala penjuru, di segala tempat dan sepanjang waktu, dari segala suku bangsa dan bahasa, mengurbankan Kurban Perjamuan ini dalam ibadahnya, sebagai bentuk penyembahan kita kepadaNya. Seperti nubuatan nabi Maleakhi :
“Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat (dupa) dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam”
(Maleakhi 1:11)