Mari nyanyikan….
Nabi Nuh dan istrinya, Tiga orang anaknya,
Tiga orang mantunya, masuk dalam bahtera
Hujan deras turunlah, Hujan deras turunlah
Hujan deras turunlah, Delapan orang selamat
Nuh adalah salah satu tokoh besar dalam Alkitab. Namun seperti apa pandangan kita tentang seorang Nuh.
Nuh adalah seseorang yang membuat bahtera seperti yang perintahkan Tuhan kepadanya, lalu ia bersama keluarganya dan binatang-binatang yang dipilihnya secara berpasang-pasangan itu selamat dari air bah.
Lebih dari pada kisahnya…
Nuh, seorang yang mau menanggung resiko untuk menjadi diri sendiri karena ia melawan arus kejahatan dalam generasinya dan berani tampil beda dari yang lain.
Latar belakang kehidupan Nuh dan lingkungannya seperti yang tertulis dalam Kejadian 6:5,6 “Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi dan hal itu memilukan hatiNya”.
Nuh tinggal diantara mereka yang melakukan kejahatan, ia menjadi bagian dari mereka yang mengecewakan Tuhan.
Ditengah-tengah kerusakan dan kekerasan yang amat besar di lingkungannya, Nuh tidak terpengaruh, Nuh tidak memilih untuk mengambil bagian didalamnya, justru ia bangkit dan melawan dosa, ia mengingatkan akan kejatuhan dan kehancuran yang akan di tanggung. Dia memilih untuk berdiri sendiri melawan kelompoknya.
Apa yang terjadi ketika ia berani berkata sesuatu yang benar dan mengingatkan tentang kebenaran kepada sesamanya? Dia dianggap sebagai orang aneh, ia dianggap sebagai orang yang tidak mendukung lingkungannya/kelompoknya, ia dianggap bukan bagian dari lingkunganya… maka bersiaplah untuk dikucilkan.
Tidak banyak orang yang mampu bertahan dan tetap berani ada pada jalan yang benar dan tetap menyuarakan kebenaran ketika orang disekitarnya bersepakat untuk melakukan hal sebaliknya.
Nuh bukan seorang pemimpin dari suatu bangsa, tapi ia peka pada bahaya, ia peduli pada kenajisan yang dilakukan, ia berkenan untuk ingatkan akan kejahatan yang nantinya mengakibatkan maut bagi orang disekelilingnya.
Generasi Nuh adalah generasi matrealistis, dan menganut paham deisme, dimana lingkungan tempat Nuh tinggal memiliki konsep yang membingungkan. Mereka mengakui bahwa Tuhanlah yang menciptakan namun proses kehidupan selanjutnya ditentukan oleh kekuatan manusia, dalam proses berjalannya kehidupan ini, Tuhan tidak lagi mengambil peran, oleh sebab itu jika kita baca Kejadian 6:4 “Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi … inilah orang-orang yang gagah perkasa dizaman purbakala, orang-orang yang kenamaan …”
Nuh menolak bergabung dengan pemikiran seperti demikian, baginya Allah yang menciptakan manusia bukan pribadi yang diciptakan manusia. Maka semua itu nampak dalam tindakannya;
Pertama, Nuh menjaga kesuciannya dengan ‘ia hidup bergaul dengan Allah’. Kejadian 6:9 “Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh hidup bergaul dengan Allah”
Seorang yang hidup bergaul dengan Allah berarti ia berjalan bersama Allah karena hanya mereka yang punya kedekatan saja yang bisa berjalan besama-sama dengan tujuan yang sama. Oleh karena Nuh bergaul dengan Allah, ia tidak memilih jalan yang berlawanan dengan jalan Allah.
Kedua, Nuh beriman. Ibrani 11:7-BIS “Karena beriman, maka Nuh diberitahu oleh Allah tentang hal-hal yang akan terjadi kemudian, yang tidak dapat dilihat olehnya. Nuh mentaati Allah sehingga ia membuat sebuah kapal yang kemudian ternyata menyelamatkan dirinya bersama keluarganya. Dengan demikian dunia dihukum, sedangkan Nuh sendiri karena imannya dinyatakan oleh Allah sebagai orang yang baik.”
Iman adalah ketaatan dan kekuatan membuat kita memilih untuk bertahan terhadap godaan dan keadaan seberat apa pun.
Iman yang dimiliki oleh Nuh membuatnya lolos dari ganjaran akibat kerusakan moral dan dosa yaitu air bah. Andaikan Nuh meninggalkan imannya dan memilih bersepakat dengan lingkungananya maka ia pun akan terhisap masuk dalam air bah.
Iman memberikan Nuh kemampuan untuk melihat dengan mata Allah, meraskan dengan hati Allah dan bertindak sesuai kehendak Allah.
Sudah saatnya bagi kita untuk menjadi seperti Nuh dan peduli pada keadaan bangsa atau bahkan lingkungan terkecil kita saat ini. Nama ‘Nuh’ berarti ‘istirahat’ dan kata itu mencerminkan kalau ia seorang pendiam, tidak begitu vokal, ia sendirian berhadapan dengan banyak orang. Namun ia tidak mundur melainkan tetap pegang teguh pada apa yang menjadi kebenaran sekalipun dijauhi, sekalipun dikucilkan dari lingkungan.
Lingkungan pribadi kita mungkin berbeda dari lingkungan hidup Nuh, namun banyak hal dan keadaan sekarang ini yang juga mengancam damai sejahtera, keutuhan, keharmonisan, moralitas dan bahkan kekudusan Allah.
Sikap hidup Nuh yang bergaul dengan Allah dan tetap menjaga iman juga merupakan sikap hidup yang kita miliki. Semua kita memiliki pilihan itu!!!
Cukup sederhana, maukah kita memberi diri untuk menjadi alat dengan segala konsekuensi..?
Shalom, Tuhan Memberkati
Pdt.Sendy Meylani