Ekspedisi kapal-kapal Eropa di masa lampau adalah pertaruhan nyawa yang nyata. Waktu tempuh menjelajah laut bisa memakan hitungan tahun dan kehilangan (baca: kematian) setengah dari awak kapal sepanjang perjalanan adalah perkara biasa.
Satu penyakit misterius yang jamak mewabah di seantero kapal dan memakan korban disebut SKORBUT. Gejalanya: awak kapal jadi lesu, depresi, gusi dan jaringan lunak mereka berdarah, gigi rontok, muncul luka lepuh terbuka, demam, kuning, serta hilang kendali atas anggota tubuh. Di abad 16-18 Skorbut merenggut nyawa tak kurang dari dua juta pelaut.
Pada 1747 seorang dokter Inggris bernama James Lind melakukan penelitian untuk mengetahui kandungan apa yang ada di buah jeruk, yang secara tradisional waktu itu dianggap mujarab untuk mengatasi skorbut. Singkat cerita, penelitian ini membuat dunia pada akhirnya tercerahkan dengan sebuah unsur dominan dalam buah jeruk yang disebut VITAMIN C.
Ya, vitamin C, sesuatu yang lumrah di 2021 ini, ternyata belum menjadi perkara yang terdefinisikan dengan jelas apa dan untuk apanya di tahun 1747. Sejak itu, aramada-armada laut James Cook (seorang penjelajah Inggris ternama) selalu memuat di kapalnya sauerkraut (acar kol) dalam jumlah besar bila berlayar, untuk menjadi variasi makanan bagi awak kapal selain biskuit dan dendeng yang tak mengandung vitamin C.
Dan problem Skorbutpun akhirnya teratasi.
Saat ini kita sedang ada dalam situasi serupa. Di awal pandemi (Maret 2020) belum tahu jelas bagaimana watak sebenarnya si Corona ini. Gerak informasi liar di abad teknologi ini malah membuat kita bingung; penularan Covid-19 ini lewat droplets atau airborne? Tips-tips menghindari dan tips-tips menyembuhkan beredar di sana sini. Sampai suatu waktu, vaksin datang dan mulai divaksinasikan. Situasi mulai lebih tenang.
Sejak 1 November 2020 kitapun mulai ‘berani’ kebaktian onsite lagi (pas Perjamuan Kudus), meskipun baru dua minggu sekali. Bahkan mulai Paskah 2021 kita makin ‘berani’: kembali berkebaktian setiap minggu. Bahkan anak-anak Tunas Remaja dan Remaja sejak 18 April 2021 lalu juga telah mencoba kembali ke gereja (dua minggu sekali).
Tapi ternyata, di awal Juli ini kita digentarkan lagi oleh situasi terkini yang membuat pemerintah harus menyatakan PPKM Darurat (3-20 Juli 2021). Dan kitapun memutuskan untuk kembali berkebaktian online (mengikuti Youtube Channel YKB GKI TV) demi mendukung anjuran pemerintah.
Sebagai pendeta saya sedih. Karena upaya menularkan optimisme kepada umat yang selama ini coba saya lakukan bersama para penatua dan aktifis gereja bahwa ‘nggak papa ke gereja asal prokes dijaga’ seolah kembali lagi ke titik semula. Titik sebelum 1 November 2020. Titik dimana kita masih mengurung diri di rumah dan berkebaktian lewat layar.
Tapi saya percaya, keputusan ini adalah baik dan perlu. Situasinya memang sedang tidak baik. Rumah Sakit sedang penuh. Konon, varian virus yang baru ini beda dengan pola gerak ‘kakaknya’: lebih cepat penularannya. Bahkan anak-anakpun dikabarkan bisa juga terpapar.
Dan kembali soal Vitamin C di atas; akan selalu ada masanya bahwa apa yang masih ‘gelap’ kemudian menumukan titik terangnya. Sebagaimana akhirnya penyakit Skorbut menemukan ‘penolaknya’, demikian juga saya percaya bahwa Corona ini akan segera menemukan penawarnya.
Dan andai butuh diyakinkan dengan yang visual terkait keyakinan saya ini: tonton saja Euro 2020 (meski dilaksanakan 2021, penyebutannya mengikuti tahun seharusnya diselenggarakan, 2020 kemarin). Sudah ada penonton di stadion-stadion. Mereka berteriak kegirangan saat gol tercipta dan berpelukan saling menghibur kala timnya kalah. Dan mereka tak lagi pakai masker!
Saya percaya kita akan juga segera sampai ke titik itu. Kita sedang ‘otw’ saja. Agak lambat mungkin mencapai tujuan, mungkin disebabkan kendaraannya beda. Karena pencapaian negara-negara maju bukankah memang ditakdirkan harus lebih selangkah di depan dibandingkan negara-negara berkembang? Hehehe.
Selamat kembali berkebaktian online bagi yang selama ini sudah rutin mencicip kebaktian onsite. Selamat juga melanjutkan online life Anda, bagi yang selama ini masih memilih berkebaktian di rumah saja.
Tetap bahagia, tetap waspada. Tuhan Yesus menjaga kita semua.
Pdt. Ariel Susanto