και ο λογος σαρξ εγενετο και εσκηνωσεν εν ημιν και εθεασαμεθα την δοξαν αυτου δοξαν ως μονογενους παρα πατρος πληρης χαριτος και αληθειας.
“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Injil Yohanes 1:14)
“..alladzii min ajlinaa nahnul-basyar, wa min ajli khalaashinaa nazala minas-samaa-i wa tajasada bi ruuhil-qudduusi min Maryaamal-’adraa-i wa shaara insaanan..”
“..Untuk kita manusia dan demi keselamatan kita, telah turun dari surga, dan menjelma dengan kuasa Roh Kudus dan dari Perawan Maria, dan telah menjadi manusia..” (Qanun al-Iman, Syahadat Nicea-Konstantinopel 381 M)
…
Natal, yang dalam gereja Timur disebut dengan ‘Id al-Milad, merupakan hari yang dinanti-nantikan oleh pengikut Kristus di belahan dunia. Natal menjadi momen penting karena Juruselamat itu telah turun ke dalam dunia. Ia yang Tak Terbatas menyapa umatNya dalam dunia yang fana ini. Sebelum turunNya, Ia adalah Firman Allah (Kalimatullah) yang kekal dalam diri Allah (Yoh 1:1). Bahkan oleh Firman inilah, Allah menciptakan alam semesta dan isi dunia (Yoh 1:3; Ibr 1:3).
Firman Allah yang kekal turun (nuzul) ke dalam dunia menjadi manusia sempurna, yang kita kenal dengan Yesus Kristus/Isa Al-Masih (Ibr: Yehoshua Ha-Masiakh, Aram: Yeshu Meshiha, Arab: Yasu’a Al-Masih). Allah yang ghoib dan tak kelihatan itu menjadi dikenal melalui Yesus Kristus, yang adalah inkarnasi (tajassad) dari Firman Allah yang kekal. Ini menjadi peristiwa sejarah yang besar dalam dunia ini. Oleh karena itu, tak heran bila umatNya merayakannya dengan sukacita. Namun, satu hal yang penting ialah apakah kita telah memaknai tentang kedatanganNya ini dalam diri kita? Apakah latar belakangnya Al-Masih datang ke bumi ini bagi kita?
Karnanya, Izinkan saya merefleksikan kisah seputar Natal dalam tulisan sederhana ini, supaya dalam suasana berbagi ini, saya dapat meneladani kehidupan Al-Masih yang memampukan saya menjalin kasih persaudaraan kepada teman-teman yang berbeda dengan saya. Nah, sebelum saya berbagi tentang refleksi Natal ini, ada baiknya saya sharingkan secara ringkas tentang historisitas seputar Natal ini. Karena banyak dari kalangan Umat Kristen sendiri, dan juga teman-teman yang berbeda dengan saya sering menanyakan apakah benar Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Bahkan, mungkin tak sedikit yang berpandangan bahwa perayaan Natal hanyalah jiplakan dari perayaan Dewa Matahari. Untuk itu, saya ajak teman-teman untuk mengarungi zaman kembali ke 2000 tahun yang lalu.
Memang dalam Alkitab hanya menceritakan kisah kelahiran Yesus dan tak dituliskan mengenai tanggal kelahiranNya, karena memang Alkitab sendiri bersaksi bahwa tak semua yang dilakukan Yesus itu ditulis didalamnya (Yoh 21:25). Karena itu inilah pentingnya bagi kita untuk melihat data-data sejarah gereja, untuk dapat mengetahui apa yang diimani oleh orang Kristen perdana. Karena selepas wafatnya para rasul, gereja tidak mengalami kepunahan / kemurtadan seperti yang mungkin dipahami beberapa orang. Iman Kristen tetap diterus sampaikan tanpa putus oleh generasi sesudah rasul, yakni bapa-bapa gereja. Tulisan bapa-bapa gereja menjadi penting karena mereka adalah murid langsung dari para Rasul (12 murid Al-Masih) yang tetap menjaga kesinambungan ajaran tanpa putus dari zaman Yesus sampai umat Kristen selanjutnya. Lewat tulisan mereka lah kita bisa lebih mengetahui apa yang diimani oleh orang Kristen perdana.
Melalui tulisan bapa-bapa gereja, kita dapat mengetahui bahwa ternyata Natal telah diperingati oleh umat Kristen perdana pada 25 Desember. Pertama, fakta bahwa kisah ‘Id al-Bishara (Kabar Gembira kepada Maria) itu terjadi pada tanggal 25 Maret, sudah dicatat oleh para bapa gereja paling awal, yaitu sejak Irenaeus (130-202 M). Tanggal kelahiran Yesus dapat dihitung di sini, 9 bulan setelah 25 Maret akan jatuh pada tanggal 25 Desember. Kedua, bisa kita lihat dari tulisan Hippolitus (menulis sekitar tahun 202 M). Siapakah dia? Hypolitus adalah murid Irenaeus, Irenaeus adalah murid Polycarpus, Polycarpus adalah murid Rasul Yohanes, dan Rasul Yohanes adalah murid Yesus Kristus. Dalam kitabnya, dia menulis tentang Natal: “Untuk kedatangan pertama Tuhan kita dalam keadaan-Nya sebagai manusia dilahirkan di Betlehem, delapan hari sebelum bulan pertama Januari, hari ke-4 dalam seminggu, pada tahun 42 pemerintahan Augustus …” [1]
Selanjutnya, Sextus Julius Africanus (160-220 M), juga mencatat bahwa 25 Desember sebagai tanggal kelahiran Kristus dalam bukunya yang berjudul Chronographia, “… Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, dilahirkan secara daging dari Perawan abadi Maria yang diberkati, dan secara fitrah benar-benar Bunda (Firman) Allah yang kudus, pada tanggal 25 Desember di Bethlehem sebuah kota Yudea, pada tahun keempat puluh tiga dari pemerintahan Augustus, Caesar yang berkuasa atas seluruh wilayah Roma, di konsulat Gulpicius, dan Marinus dan Gayus Pompeius, seperti yang dilaporkan oleh naskah kuno yang akurat” [2]. St. Agustinus meneguhkan tradisi 25 Maret sebagai konsepsi Sang Mesias dan 25 Desember sebagai hari kelahiran-Nya: “Sebab Kristus dipercaya telah dikandung di tanggal 25 Maret, di hari yang sama saat Ia menderita; sehingga rahim Sang Perawan yang di dalamnya Ia dikandung, di mana tak seorang lain pun dikandung, sesuai dengan kubur baru itu di mana Ia dikubur, di mana tak seorang pun pernah dikuburkan di sana, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Tetapi Ia telah lahir, menurut tradisi, di tanggal 25 Desember.” [3] Kita juga membaca perkataan Teofilus (115-181) seorang Uskup Kaisarea di Palestina: “Kita harus merayakan kelahiran Tuhan kita pada hari di mana tanggal 25 Desember harus terjadi.” [4]
Yang menarik, gereja di Aleksandria, Mesir (sekarang bernama Gereja Ortodoks Koptik) yang didirikan oleh Rasul Markus juga telah merayakan Natal pada abad-abad awal. Hal ini dapat kita lihat pada dokumen gereja kuno dari tahun 189 M, Coptic Didascalia Apostolorum (Ad-Dasqûliya, Ay Ta’âlim Ar-Rusul) – atau Konstitusi Rasul-rasul, yang dalam terjemahan bahasa Arab berbunyi:
Artinya: “Wahai saudara-saudara, tetapkanlah dalam hari-hari perayaan, yaitu Natal Tuhan kita tepatnya pada tanggal 25 bulan kesembilan Ibrani, yang bertepatan dengan tanggal 29 bulan keempat Mesir”.[5]
Jadi, dari fakta-fakta diatas dapat disimpulkan bahwa kelahiran Yesus memang telah dirayakan pada tanggal 25 Desember oleh umat Kristen perdana. Pertanyaannya, bagaimana cara gereja perdana menghitung tepat kelahiran Yesus ini? Perlu kita ketahui bahwa kehidupan gereja perdana cukup unik. Karena selain memiliki bahasa yang beragam, yakni Bahasa Ibrani (bahasa keagamaan Yahudi), Bahasa Aram (bahasa sehari-hari orang Yahudi), Bahasa Yunani (bahasa sehari-hari orang non-Yahudi sekaligus bahasa internasional), dan Bahasa Latin (bahasa administrasi Kekaisaran Romawi), gereja juga memiliki perhitungan kalender yang beragam. Ada kalender Ibrani yang menggunakan perhitungan bulan, kalender Masehi dari perhitungan matahari, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan ajaran Al-Masih adalah untuk segala bangsa (panta ta enthe), jadi kebudayaan dalam gereja memang beranekaragam. Untuk itu, dalam menghitung kelahiran Yesus ini kita memakai kalender Ibrani beserta konversinya dalam kalender Masehi. Yuk kita pelajari perlahan:
Kita mulai dari kisah datangnya Malaikat Gabriel kepada Imam Zakharia tentang pemberitaan kelahiran Yohanes Pembaptis. Dari Lukas 1:5, kita tahu bahwa Imam Zakharia adalah imam dari rombongan Abia.[6]
Dalam 1 Tawarikh 24:7-18, kita tahu ternyata para imam memiliki beberapa rombongan yang tiap rombongan bergantian melayani di Bait Allah. dan Zakharia termasuk rombongan Abia, yakni rombongan ke-8 menurut siklus tugas imam.
Nah kita perlu tahu tanggal berapa Malaikat Gabriel mendatangi Imam Zakharia, kita coba selidiki dari rombongan imam-imam ini yang bergantian melayani setiap minggunya. Minggu pertama giliran rombongan pertama, demikian seterusnya.
Lalu, coba kita ingat kisah penghancuran Bait Allah di Yerusalem oleh Jendral Titus dari Roma pada tahun 70 M. Tau kisah itu kan?
Ternyata menurut dokumen Yahudi, Talmud: Megilot Ta’anit (Gulungan Puasa), mencatat bahwa penghancuran Bait Allah oleh Jendral Titus ini terjadi pada tanggal 9 bulan Av / 5 Agustus 70 M, dan imam yang melayani di Bait Allah adalah rombongan pertama, yaitu Yoyarib (lihat Kitab Tawarikh lagi)
Hal ini didukung oleh sejarahwan Yahudi bernama Flavius Yosephus, dalam karyanya The Jewish War, Buku VI, Pasal 4:1,5, sejarawan Yahudi abad pertama itu mencatat bahwa Jendral Titus mulai membakar Bait Allah pada tanggal 8 sampai 10 bulan Av / 4-6 Agustus 70 M. [7]
Dengan mengetahui bahwa pada tanggal 9 bulan Ab / 5 Agustus 70 M, yang melayani Bait Allah rombongan pertama (Yoyarib), maka tinggal menghitung mundur, dan akan kita temukan bahwa Malaikat Gabriel menemui Zakharia (rombongan Abia) antara tanggal 15-20 bulan Tishri / 5-11 September.
Nah kita sudah menemukan tanggal dimana Malaikat Gabriel menemui Imam Zakharia, yakni tanggal 15-20 bulan Tishri / 5-11 September.
Nah sekarang, dalam Injil Lukas dijelaskan bahwa Malaikat Gabriel menemui Bunda Maria 6 bulan setelah Malaikat Gabriel menemui Imam Zakharia. (Lukas 1:26)
Kita hitung 6 bulan setelah 5-11 September kira-kira jatuh pada tanggal 15 bulan Nisan / 25 Maret, inilah tanggal dimana Malaikat Gabriel menemui Bunda Maria untuk menyampaikan kelahiran Yesus (Lukas 1:26-38)
Tinggal kita hitung, normalnya orang mengandung selama 9 bulan, dan 9 bulan setelah 15 Bulan Nisan / 25 Maret adalah 25 Bulan Tebet / 25 Desember. Inilah tanggal dimana Sang Firman Allah nuzul ke dalam dunia menjadi manusia sempurna, yakni kelahiran Yesus Kristus.
Demikianlah cara gereja perdana menghitung tanggal kelahiran Yesus, serta merayakannya pada tanggal 25 Desember pada abad-abad permulaan. Karena itu tak perlu diragukan lagi perihal sejarah dari perayaan Natal, yang berakar kuat pada iman gereja perdana tentang turunNya Sang Firman Allah dalam dunia. Untuk lebih menghayati kembali makna Natal ini, ingin rasanya saya goreskan dalam sebuah kisah yang agung, yang menceritakan tentang alasan mengapa Sang Firman itu turun menjadi manusia. Dalam suasana indah ini, saya berharap teman-teman sekalian, terkhusus sahabat Muslim saya, dapat paling tidak memahami mengapa umat Kristiani begitu merindukan malam yang syahdu ini dalam kehidupannya. Kisah ini bermula dari sejak dahulu kala, ketika Allah menciptakan manusia..
Kehidupan yang dipenuhi oleh Kasih Ilahi
םאֹתָ בָּרָא וּנְקֵבָה זָכָר, וֹתאֹ בָּרָא אֱלֹהִים בְּצֶלֶם, בְּצַלְמוֹ הָאָדָם–אֶת םאֱלֹהִי וַיִּבְרָא
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Taurat, Kejadian 1:27)
Allah menciptakan manusia menjadi mahkota ciptaan karena KasihNya. Fitrah sejati dari manusia ialah diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah. Berarti manusia adalah cerminan dari Sang Gambar Allah itu sendiri, yakni Sang Firman Allah, yang “adalah Gambar wujud Allah” (Ibrani 1:3; Kolose 1:15). Maksudnya, Firman Allah yang kekal dalam diri Allah ini, keluar dari Allah, laksana “terang yang memancar dari sumber terang”, sehingga setiap orang dapat mengenal Allah melalui FirmanNya itu. “Tak seorangpun dapat melihat Allah”, demikian kesaksian Rasul Yohanes, “tetapi Anak Tunggal Allah yang di pangkuan Bapa (Firman yang ada dalam diri Allah), Dialah yang menyatakanNya” (Yohanes 1:18).
Allah yang selalu bersama dengan FirmanNya dan RuhNya dari sejak kekekalan, dapat dikenal oleh manusia yang diciptakan menurut gambarNya. Karena fitrahnya itu, manusia dipanggil untuk menjalani hubungan yang intim dengan Allah. Akibat berada dalam Kasih Ilahi, manusia dapat mengenal Allah dan meneladani tabiatNya serta tenggelam dalam cahaya kasihNya. Manusia ditentukan untuk menjalani kehidupan yang kekal dalam KasihNya di muka bumi ini.
Tiba-tiba..
Godaan datang menghampiri manusia, ia terlena dan keluar dari kehendak Ilahi dengan tidak mentaati perintahNya. Manusia telah jatuh ke dalam dosa. Fitrah manusia yang diciptakan menurut GambarNya itu menjadi rusak. Kehilangan fitrah ini membuat hubungan kasih Allah dengan manusia menjadi terputus, sehingga manusia menjadi jauh dari Allah akibat dosa. Manusia berada diluar Kasih Ilahi akibat kehilangan persatuan dengan Sang Maha Kasih, dan berada dalam kegelapan ruhani akibat terpisah dari Allah Sang Sumber Terang. Karena berada diluar Kasih Ilahi, membawa kekacauan pada seluruh ciptaan (Kejadian 2:17), dan manusia menjadi sasaran dari berbagai macam penderitaan, penyakit, bencana alam. Konsekuensinya, manusia yang awalnya ditentukan untuk kehidupan kekal ini, perlahan akan menuju kepada kebinasaan kekal, sebab “upah dosa ialah maut” (Roma 6:23)
Fitrah seluruh manusia telah menjadi rusak sehingga menghalangi jalan kembali kepada Allah. Pada titik ini, manusia memerlukan Rahmat Ilahi, seperti “perangkat rusak hanya dapat diperbaiki pembuat perangkat”. Demikian pula, hanya Allah Sang Pencipta manusia, yang dapat menyelamatkan manusia dari kebinasaan menuju hubungan intim denganNya dalam Kasih Ilahi.
Karena keadilanNya, Allah memandang bahwa perbuatan dosa harus mendapatkan hukuman yakni kebinasaan kekal. Namun KasihNya yang kekal, menghendaki agar ciptaanNya yang berharga itu terlepas dari maut dan kembali berhubungan denganNya dalam kasih. Diantara pilihan Ilahi itu, jalan satu-satunya ialah Pengurbanan Agung. Ia mengurbankan Dirinya sendiri sebagai ganti dari manusia, agar manusia terhindar dari kebinasaan kekal. Akibat dorongan Kasih yang Sempurna, Ia rela menjalani penghukuman yang seharusnya dialami manusia, dan memperbaiki semua yang telah rusak karena dosa.
Keselamatan dalam Al-Masih memungkinkan Allah menunjukan kasihNya yang besar tanpa menghilangkan sifat keadilanNya.
RencanaNya terjadi..
Sang Firman Allah turun menjadi Manusia Sempurna
Di Malam nan Indah,
Yesus turun untuk mengembalikan manusia kepada fitrahNya yang semula, yakni dengan rela mengurbankan diriNya demi manusia yang diKasihiNya
Dia yang Tak Terbatas Ruang dan Waktu, rela membatasi diriNya untuk sementara, supaya dapat menanggung hukuman, dan membebaskan manusia dari maut jahanam, serta menjadikannya ciptaan yang baru.
Dia yang Kekal memasuki dunia yang fana, untuk menghancurkan tembok pemisah dan membawa manusia kembali dalam hubungan yang intim denganNya.
Karena KasihNya yang luar biasa, Dia rela menjadikan Tubuh ManusiaNya menjalani hukuman maut, untuk memperbaharui fitrah kemanusiaan agar dapat mengenal Dia kembali dalam Kasih.
Dari “Terang yang tak terhampiri”, Ia membawa Terang itu kepada dunia yang gelap, untuk menuntun manusia dari jurang maut dan kembali masuk dalam Kasih Ilahi.
Dengan demikian, Al-Masih mengakhiri kuasa maut dalam dunia, dan mendamaikan seluruh isi dunia ini dengan Allah (2 Korintus 5:19). Ia memulihkan seluruh kodrat manusia kepada fitrahnya semula, seperti dituliskan oleh St. Athanasius, bapa gereja dari Mesir: “Tidak ada yang dapat menciptakan kembali orang-orang yang diciptakan menurut rupa Allah, kecuali Rupa Allah sendiri”. Melalui PengurbananNya, Ia telah menjadikan kita ciptaan baru yang dapat menjalin hubungan yang intim denganNya, dan memberi kita pengharapan akan kehidupan kekal bersama Dia yang Penuh Kasih. Tak hanya itu, seluruh semesta ini akan Ia pulihkan menjadi langit dan bumi yang baru (Why 21:1). Inilah Kasih Ilahi yang menyelamatkan. Kasih yang membawa manusia kembali menemukanNya. Kasih yang tergores dalam setiap batin, yang menggerakan kehidupan yang intim dengan Sang Khalik.
…
Dan semuanya itu berawal dari malam ini, dalam sebuah kandang domba yang kecil, dalam palungan yang sederhana, terbaring Bayi Mungil nan perkasa sedang tertidur lelap dalam dekapan BundaNya. Sang Firman yang rela membatasi diriNya dalam kefanaan, seolah menantang kecongkakan manusia yang selalu menempatkan akal diatas segalanya. Malam ini menjadi awal dari peristiwa yang mengubah takdir dunia. Malam ini menjadi titik pancang dari pemulihan segala sesuatu. Kita bersyukur dapat menikmati malam Natal ini dengan penuh sukacita. Namun, dengan tetap memaknai malam ini dan merefleksikannya dalam batin kita. Kita meneruskan Terang Abadi itu dalam tiap perilaku kita. Karna itu, dengan dipenuhi Kasih Ilahi dan kerendahan hati, kita merenungi akan makna kedatanganNya, sembari berlutut dan melantunkan kidung dari Para Malaikat Surgawi di malam nan syahdu ini :
الْمَسَرَّةُ وَبِالنَّاسِالسَّلاَمُالأَرْضِوَعَلَىالأَعَالِيفِيلِلَّهِالْمَجْدُ
Al-Majdu lil-lah fi al-a’ali wa ‘ala al-‘ardhi as-salam wa bi an-nas al-masarrah
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya”
(Injil Lukas 2:14, 25 Tebeth 3757 / 25 Desember 5 SM)
Catatan Kaki :
[1] Noorsena, Bambang. Refleksi Ziarah ke Tanah Suci. Malang: ISCS Publishing House. 2014. Hlm 193
[2] Ibid, hlm 193
[3] http://www.katolisitas.org/apakah-yesus-lahir-tanggal-25-desember/
[4] ibid
[5] Ad-Dasqûliyyah aw Ta’âlim Ar-Rusul, Tarjamah: Marqus Dawud (Cairo: Maktabah al-Mahabbah, tanpa tahun), hlm. 116
[6] “Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elizabeth” (Injil Lukas, 1:5)
[7] William Whison – Paul L. Maier, The New Complete Works of Josephus (Grand Rapids: Kregel Publications, 1999), hlm. 869. Teks lengkapnya berbunyi demikian: “Tapi untuk milik Tuhan itu, secara pasti lama telah ditakdirkan untuk dibumihanguskan, dan sekarang ini hari yang fatal datang, sesuai dengan perubahan zaman, terjadi pada hari ke sepuluh bulan Lous (Ab), dimana itu sebelumnya pada hari yang sama Bait Allah itu dibakar oleh raja Babel” (But for that house, God had, for certain, long ago doomed it to the fire, and now the fatal day was come, according to the revolution of ages, it was the tenth day of the month Lous (Ab) upon which it was formerly burned by the king of Babylon)
Oleh : Josua Bernard