Bagian 1: Pengantar Misi
Definisi istilah
Misi
Istilah berasal dari bahasa Latin mitto yang merupakan terjemahan dari kata Yunani apostellw, artinya “mengutus”. Secara umum kata misi bisa merujuk pada pengutusan seseorang dengan tujuan khusus, misalnya misi kesenian, misi budaya, dan lain-lain. Dalam konteks kekristenan, misi dipahami dalam arti pengutusan gereja universal ke dalam dunia untuk menjangkau orang-orang kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, khususnya melalui sekelompok pekerja yang disebut misionaris (dimodifikasi dari Harold R. Cook, An Introduction to Christian Mission, 8).
Ada beberapa hal yang perlu ditekankan dari definisi di atas:
(1) Pengutusan...ke dunia.
• Orang Kristen diutus untuk pergi ke dunia (Yoh 17), bukan membawa orang yang belum bertobat ke dalam ibadah gereja.
• Orang Kristen harus proaktif dalam misi, bukan menunggu kesempatan.
(2) Gereja universal.
• Misi bukanlah pekerjaan sebuah gereja lokal. Misi adalah pekerjaan Allah, karena itu seluruh orang percaya di segala tempat harus terlibat.
• Gereja lokal harus memperhatikan dan mendukung pekerjaan misi di belahan dunia yang lain, karena pekerjaan tersebut adalah milik semua gereja.
(3) Untuk menjangkau orang-orang kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
• Misi tidak selalu identik dengan pertumbuhan gereja (lokal). Tujuan utama misi bukanlah menambah jumlah keanggotaan suatu gereja lokal, melainkan pelebaran kerajaan Allah.
• Misi tidak identik dengan mengajarkan agama Kristen, Yesus sebagai guru etika, penyembuh maupun pemberi berkat.
(4) Khususnya...misionaris.
• Kekhususan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ada banyak daerah yang belum memiliki orang Kristen di sana, sehingga sekelompok orang Kristen perlu diutus secara khusus untuk memberitakan Injil di sana.
• Kekhususan ini tidak membatalkan peran serta gereja lokal. Gereja harus tetap mendukung para misionaris dalam banyak cara sambil tetap melakukan tugasnya sendiri.
Misiologi
Istilah ini terdiri dari dua kata “misi” (lihat keterangan di atas) dan “logos” (ilmu). Jadi, misiologi adalah refleksi secara sadar, disengaja dan terus-menerus tentang misi. Refleksi ini menyangkut teori misi, studi tentang misi, penelitian dan publikasi tentang misi (Alan Neely, “Missiology” dalam Evangelical Dictionary of World Mission, 633).
Sejarah gereja mencatat bahwa gereja mula-mula dan gereja abad permulaan memang melakukan misi. Jumlah orang Kristen di seluruh dunia juga bertambah secara signifikan. Walaupun demikian, semua usaha tersebut umumnya dilakukan tanpa refleksi yang sistematis. Pemikiran serius dan sistematis (ilmu) tentang misi baru berkembang setelah gereja mengalami beragam konteks dan tantangan (J. H. Bavinck, An Introduction to the Science of Missions, xi).
Tantangan dalam dunia misi
Melihat situasi dunia dewasa ini, misi seharusnya menjadi kebutuhan yang mendesak. Beragam tantangan muncul dalam melakukan misi. Tantangan dalam dunia misi dapat dibagi menjadi dua bagian: tantangan makro dan mikro. Yang dimaksud dengan tantangan makro adalah tantangan yang dihadapi oleh setiap orang di setiap tempat, sedangkan tantangan mikro adalah tantangan yang spesifik pada suatu tempat.
Tantangan makro
(1) Kekuatan setan yang selalu ingin mengganggu pekerjaan Allah. Perlawanan ini sudah dimulai sejak dahulu (band. Kej 3; Ef 2:1-3) sampai sekarang di seluruh dunia (1Pet 5:9).
(2) Kebobrokan natur manusia. Semua manusia di luar Kristus berada di bawah kuasa dosa, karena mereka semua berdosa dari Adam (Rom 5:12-21). Setiap bayi dalam kandungan pun sudah mewarisi natur berdosa ini (Mzm 51:7). Dalam keadaan seperti ini, manusia selalu cenderung untuk melawan Allah dan menuruti kehendak diri sendiri maupun setan.
Tantangan mikro
(1) Penganiayaan (secara fisik) dan pembatasan (secara birokrasi).
(2) Pluralisme (paham yang mengakui bahwa semua agama memiliki jalan keselamatan sendiri-sendiri).
(3) Minimnya perhatian gereja lokal terhadap misi. Hal ini bisa dilihat dari absennya aktivitas pekabaran injil, diakonia untuk orang non Kristen, minimnya dana misi.
(4) Sebagai akibat dari poin (3), banyak suku terbaikan (STA) yang belum mendengarkan Injil maupun mendapatkan pelayanan yang memadai.
(5) ____________________________________________________________________________________________________________________________________
(6) __________________________________________________________________
__________________________________________________________________
Pemahaman yang benar tentang misi
Terlepas dari definisi misi yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, tidak semua orang memiliki konsep yang sama tentang misi. Berikut ini adalah beberapa pengertian misi yang perlu diperhatikan:
1. Misi mencakup pekabaran injil dan pelayanan sosial.
Ada tiga pandangan umum tentang misi (A. Scott Moreau, “Mission and Missions” dalam Evangelical Dictionary of World Missions, 637-638). Pandangan tradisional melihat misi identik (dan terbatas pada) penginjilan. Menurut pandangan modern (kalangan liberal) misi mencakup penginjilan dan pelayanan sosial, namun bagi mereka penginjilan tidak lebih penting daripada pelayanan sosial. Perubahan paradigma kalangan Injili tentang pengertian misi dipelopori oleh John Stott. Ia berpendapat bahwa misi Alkitabiah mencakup penginjilan dan pelayanan, tetapi penginjilan tetap menjadi inti misi (John R. W. Stott, Christian Mission in the Modern World, 15-34). Murid-murid diutus untuk melakukan misi sama seperti yang telah dilakukan Yesus, sedangkan dalam pelayanan Yesus, Ia tidak hanya memberitakan Injil tetapi juga memperhatikan masalah sosial.
2. Misi berujung pada pemuridan.
Mayoritas orang memahami inti amanat agung (Mat 28:19-21) terletak pada penginjilan (band. kata “pergilah” yang diletakkan di awal kalimat) dan langkah selanjutnya adalah pemuridan, baptisan dan pengajaran. Bagaimanapun, menurut struktur kalimat Yunani di ayat 19-20, inti amanat agung justru terletak pada pemuridan (D. A. Carson, “Matthew” dalam Expositor’s Bible Commentary on the New Testament). Hal ini didasarkan pada mood imperatif untuk kata kerja “jadikanlah murid” (lit. “muridkanlah”) yang diikuti oleh tiga participle (anak kalimat), yaitu “pergi”, “baptiskanlah” dan “ajarkanlah”. Penggunaan kata “muridkanlah” di sini menempatkan penginjilan dalam konteks mempelajari hukum (ajaran) Yesus (Robert H. Gundry, Matthew: A Commentary on His Handbook for a Mixed Church under Persecution, 596).
3. Misi merupakan tugas seluruh orang percaya.
Kesalahpahaman lain tentang amanat agung yang kadangkala muncul adalah konsep bahwa pekerjaan misi merupakan tugas khusus untuk murid-murid Tuhan Yesus (kaum rohaniwan, dan bukan untuk jemaat awam). Beberapa bahkan berpendapat bahwa penginjilan merupakan karunia khusus yang tidak harus dilakukan oleh setiap orang percaya. Pandangan ini tentu saja tidak sesuai dengan esensi amanat agung. Amanat agung ditujukan bagi “semua bangsa” dan disertai janji “sampai kesudahan jaman”. Dua hal ini tidak mungkin hanya dimaksudkan untuk 11 murid Tuhan saja.