Bacaan : Ayub 11:1–14:22
Berpeganglah pada kasih-Nya dalam melewati saat-saat sulit
Ayub, dalam penderitaannya, tetap berpegang pada kasih setia Allah. Dia berkata, ‘Ia hendak membunuh aku... namun aku hendak membela perilakuku di hadapan-Nya’ (13:15).
Meskipun hidup Ayub lurus, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (1:1), dia tidaklah sempurna. Dia berbicara tentang’dosa masa mudaku’ (13:26) dan berkata, ‘Pelanggaranku akan dimasukkan di dalam pundi-pundi yang dimeteraikan; dan kesalahanku akan Kaututup dengan lepa’ (14:17).
Kesalahan yang dibuat oleh teman-teman Ayub adalah menganggap penderitaan Ayub timbul karena dosanya. Dalam bagian ini, kita melihat Ayub tambah mengeluh terhadap mereka. Mereka terus berkutat tentang ‘dosa’ (11:6,14) dan mendakwa Ayub (Ay.5). Hanya basa-basi, tidak menghibur sama sekali.
Akhirnya, Ayub berbalik dan membalas, ‘Aku pun mempunyai pengertian sama seperti kamu; aku tidak kalah dengan kamu: siapa tidak tahu hal-hal serupa itu?’ (12:3). ‘Apa yang kamu tahu, aku juga tahu’ (13:2). Dia juga mengatakan pada mereka untuk sebaiknya diam: ‘Sekiranya kamu menutup mulut, itu akan dianggap kebijaksanaan daripadamu’ (Ay.5).
Butuh hikmat dalam menghadapi sesama yang sedang menderita, tidak untuk fasih dalam berbasa-basi, tetapi untuk menyatakan kasih setia Allah melalui tindakan dan kehati-hatian kita dalam berkata-kata.
Sikap Ayub lebih dewasa daripada teman-temannya. Dalam penderitaannya, dia mengalami pedihnya dijauhi dan ia pun berseru kepada Allah, ‘Mengapa Engkau menyembunyikan wajah-Mu?’ (Ay.24). Setelah istri C.S. Lewis meninggal, ia menulis buku A Grief Observed, ia menyamakan pengalaman semacam ini dengan ungkapannya 'a door slammed in your face’ atau ‘pintu dibanting tepat di depan mata Anda.’
Namun, di tengah semua ini, Ayub mampu berkata pada Allah, ‘Ia hendak membunuh aku... namun aku hendak membela perilakuku di hadapan-Nya’ (Ay.15). Dia mengenal Allah dan cukup percaya pada-Nya, walau di dalam jurang keputusasaan.
Ketahuilah dan percaya bahwa panjangnya usia Anda ditentukan oleh Allah dan bahwa ‘jumlah bulannya sudah tentu pada Allah’ dan tidak ada yang ‘dapat melangkahinya’ (14:5).
Pada saat yang sama, sekilas Ayub menyaksikan kehidupan setelah kematian – bahwa tiada yang, bahkan kematian, dapat memisahkan Anda dari kasih setia Allah: ‘Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku.’ (Ay.14).
Anda dan saya lebih diberkati dibandingkan Ayub karena kita tahu perihal salib dan kebangkitan Yesus dan harapan kita kekal abadi di dalam hadirat Allah – kagum akan kasih setia-Nya yang besar untuk selamanya.
Ketika kisah Ayub disingkapkan, kita melihat bahwa Ayub tetap percaya kepada Allah. Allah tidak pernah menjelaskan kepada Ayub kenapa dia harus mengalami semuanya itu, tetapi keyakinan Ayub dalam kasih Allah terbukti benar. Di tengah kesengsaraan, bagaimanapun kita harus berpegang pada ‘kasih setia-Nya yang besar’ (Mazmur 17:7).
Mari berdoa : Tuhan, terimakasih, meskipun banyak hal yang tak kupahami di dunia ini, aku dapat percaya akan kasih-Mu yang ajaib. Tolong aku hari ini, dan setiap harinya, untuk terus kagum akan kasih-Mu yang besar dalam hidupku.