Oleh : Leonardo Winarto
يوجد طبيب واحد هو في الوقت نفسه روح و جسد (إله و إنسان) مولود و غير مولود. الله صار جسدا، من مريم و من الله.
"Yujadu thabibun wahidun, Huwa fi al-waqti nafsihi, ruhun wa jasad (Ilahun wa Insanun), mauludun wa ghayru mauludin. Allah shoro jasadan, min Maryam wa min Allah"
Artinya:
"Ada satu Tabib, yakni Dia, yang pada saat yang sama, adalah ruh dan daging (Allah dan Manusia), dilahirkan dan tidak dilahirkan. Dialah Allah yang menjadi manusia, Dia dari Maryam sekaligus dari Allah"
--St. Ignatius dari Antiokhia--
Pernyataan St. Ignatius tersebut menunjukkan keunikan Kristus/Almasih yang merupakan penyataan diri Allah sendiri, seperti yang termaktub dalam Kitab Suci:
"...maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta." (Ibr 1:2).
Ungkapan "Anak" untuk Kristus sama sekali tidak memiliki makna biologis, sebab memang Allah tidak beranak dan diperanakkan. Seperti yang dinyatakan oleh Abuna Abd al-Masih Basith Abu al-Khayr, seorang teolog dan apologet dari Gereja Koptik:
نحن نؤمن أن الله ليس مولودا....
"Nahnu nu'minu annal-laha laysa mauludan"
Artinya:
"Kami percaya sesungguhnya Allah itu tidak dilahirkan..."
Yang dimaksud adalah dalam eksistensi DzatNya, Ia adalah Sang Maha ada (Al-maujud bi Dzatihi). Allah adalah sumber segala sesuatu, yang dariNya segala sesuatu menerima eksistensinya karena diciptakan melalui FirmanNya (Yoh 1:3; Ibr 1:2).
Karena itu harus dipahami, bahwa sebutan "Anak" untuk Kristus menunjuk pada relasi sekaligus kesamaan hakikat (describing a relationship between two beings of the same essential nature and being), seperi yang dinyatakan dalam surat Ibrani: Kristus adalah :"... baha'u majdihi, wa rasmu jauharihi (cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, Ibr 1:3a).
Pernyataan diatas jelas menunjukkan keunikan Kristus dalam hakekatNya sebagai Sang Logos, Kalimatullah, Pencipta segala sesuatu yang berinkarnasi menjadi manusia (tajassud).
Dalam satu pribadi Kristus itulah, kita melihat Allah sekaligus manusia.
هو اله و انسان معا... هو اله مولود من جوهر الاب قبل العالمين. و هو انسان مولود من جوهر أمه في العالم.
Huwa Ilahun wa Insanun ma’an… Huwa Ilahun mauludun min Jauhar al-Ab qabla al-‘alamin. Wa Huwa insanun mauludan min jauhari ummihu fi al-‘alam.
“Dia adalah Allah sekaligus manusia… Dia adalah (Firman) Allah yang lahir dari hakekat Sang Bapa sebelum adanya alam. Dan keberadaanNya sebagai manusia lahir dari hakekat ibuNya dalam dunia”.
Kekristenan yang sejati tidak pernah meniadakan kodrat manusiaNya atau kodrat ilahiNya. Sebab kedua kodrat/thabi’at tersebut dalam satu Pribadi Kristus haruslah sama-sama ada untuk terwujudnya keselamatan umat manusia.
إذا لم يكن المسيح اله حق و انسان حق لأصبح خلاصنا مستحيل
"Idza lam yakun al-Masih Ilahun Haqqun wa Insanun haqqun li ashbaha kholashona mustahilun."
Artinya:
Jika Kristus bukan Allah sekaligus manusia, maka keselamatan kita adalah sesuatu yang mustahil
--St. Irenaeus—
Mengapa mustahil? Sebab jika Juruselamat kita tidak memiliki kodrat Ilahi, maka Ia tidak berkuasa memberikan kehidupan dan kuasa menyelamatkan. Sebaliknya jika Ia hanya berkodrat ilahi tanpa bersedia mengambil kodrat kemanusiaan, maka tidak mungkin adanya penebusan, karena Allah tidak bisa mati. Ia Maha Hidup dan Maha Kekal. Justru dalam kodrat kemanusiaanNya itulah Ia dapat mengalami kematian sebagai harga tebusan untuk diperolehnya kembali hak hidup manusia yang tergadai karena dosa.
Itulah sebabnya narasi dalam Injil yang berisi kemanusiaan Yesus tidak pernah dihilangkan. Sebaliknya, Injil menuliskan seperti apa adanya Yesus Kristus. Ia Pribadi yang unik, baik dalam hakekat maupun karyaNya.