“
Jumat lalu, pagi-pagi aku menghadap dinding dekat meja kamarku, ngobrol dalam doa dengan Tuan-ku, meminta agar hari ini berjalan dengan lancar dan baik. Aku ingat dengan jelas, pagi itu berbincang sambil agak tersenyum, entah karena semangat atau ingin menutupi rasa kuatir akan banyak hal. Sejujurnya, hal ini sudah lama tidak ‘kulakukan. Aku biasanya ngobrol sambilan. Sambil pakai sepatu, waktu di gojek, atau bahkan hanya kalau pikiran sudah mulai meradang susah. Ya, aku jujur aja.
Hari-hari terakhir ini, aku menjadi sangat sibuk. Sepertinya aku mulai terobsesi dengan uang. Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Aku harus membayar banyak hal sendiri, dan jumlahnya justru jauh lebih besar dari uang yang biasa aku dapatkan bulanan.
Dulu aku memulai berbisnis online untuk memenuhi hobby belaka. Sama sekali tak ada tujuan mencari dan mengumpulkan uang. Tapi karena memang aku membutuhkan penghasilan ekstra, ya aku mulai money-centered. Jujurnya, banyak orderan yang ‘kutolak hanya karena tidak menguntungkan banyak — di sisi lain banyak juga pelanggan yang kecewa dengan karyaku. Aku mengerjakan bisnis ini pagi-pagi sebelum jam kantor, atau sore sebaliknya dari kantor. Bukan itu saja, aku punya 6 ekor anjing. Ini menjadi hobby ku yang paling menguras tenaga. Ibarat memiliki anak kembar, tiga kali lipat. Aku juga jadi tenaga pengajar di salah satu Sekolah Teologi. Yang ini hanya setiap Sabtu pagi saja. Banyak hal lain yang ‘kusebut sebagai aktivitas — ‘kuanggap wajar — namun mulai membuatku kering. Ibarat lalang di tanah berabu, tinggal menunggu matahari membakarku.
Khususnya beberapa bulan ini. Semuanya menjadi kompleks. Ini berbanding terbalik dengan waktu-waktu yang ‘kuhabiskan untuk belajar, introspeksi diri, melakukan ketaatan dan mempersembahkan gaya hidup.
Tiga hari ini berjalan dengan sangat berat. Banyak hal yang menjadi bagian kesibukanku, diambil. Dua dari antara anak anjingku, mati, tepat di depanku. Hanya berjelang 2 hari; Dio mati Sabtu pagi, Bidu menyusul Senin pagi. Rasa kehilangan? Pasti. Belum lagi berita dari banyak hal yang menguras tenaga (maaf untuk tidak menyebutnya langsung, hehe)
Seperti biasa, masa-masa sulit selalu menjadi ibu bagi kontemplasi yang khusyuk. Masa untuk berdiam menjadi kebutuhan pertama. Dalam perenungan inilah aku bertemu dengan pertolongan: menemukan dan memelihara hati Maria yang duduk dan mendengar; di tengah-tengah dunia yang memaksa bekerja dan bekerja.
“
LUKAS 10: 38 – 42 (Maria dan Marta)
Berikan waktu terbaik untuk duduk diam di kakiNya, memandang wajahNya dan mendengar suara-Nya.
Dunia memaksa kita terus bekerja. Aku kadang bangga bercerita kepada orang tentang gaya hidup yang nocturnal. Memang jelas saja, rasanya kreativitas bagiku adalah perkawinan antara melancholia dan tengah malam. Tapi pertanyaan yang harus kita jawab — untuk kemudian kita hidupi — adalah bagaimana membangun hubungan yang intim dengan Tuhan di tengah padatnya detik keseharian kita.
Sumber: medium.com
Ditulis oleh: Bonnarty Steven Silalahi