Bacaan: Lukas 16:1-13
Akhir-akhir ini banyak orang menjadi jengah kepada sistem yang korup dan tidak adil. Membuat banyak masyarakat di berbagai belahan dunia melakukan protes kepada pihak-pihak yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap situasi ini. Protes ditempuh dengan berbagai cara demi memperjuangkan keadilan dan kebenaran serta kesejahteraan bersama. Menariknya, Minggu ini bacaaan kita dari Lukas 16:1-13. Perumpamaan tentang bendahara dalam Lukas 16 sering membuat kita heran. Bagaimana mungkin seseorang yang dituduh merugikan tuannya justru dipuji karena tindakannya? Yesus memang tidak membenarkan kecurangan, tetapi menyoroti kecerdikan bendahara itu dalam menghadapi situasi sulit. Dunia tempat kita hidup pun tidak jauh berbeda, penuh dengan sistem yang korup dan sering kali tidak adil. Dalam dunia seperti itu, orang bisa tergoda untuk bertahan hidup dengan cara licik.
Namun Yesus justru mengajak murid-murid-Nya untuk melihat lebih dalam. Bukan kelicikan yang ditiru, melainkan kebijaksanaan dalam menghadapi realita yang tidak ideal. Sang Tuan melihat bendaharanya memiliki kebijaksanaan. Ia dituduh karena tampaknya ia telah menjalani pekerjaannya dengan fokus prestasi di atas relasi, cuan di atas kawan. Hal ini membuat banyak pihak jengah dengan sikap ambizz-nya (baca: ambisius). Oleh karena ia dituduh dan ia akan kehilangan jabatan alias prestasinya sebagai bendahara (oikonomos sebetulnya lebih seperti Kepala Rumah Tangga), lantas ia menjalin relasi dengan para pemilik hutang. Dari sini tampak bahwa bendahara itu mampu membaca situasi dan bersikap strategis. Sang Tuan memujinya. Dengan ini menurut Yesus kita yang adalah anak terang sehatusnya mampu membaca situasi dan bersikap strategis sekaligus tetap berpegang pada nilai-nilai Allah. Dengan begitu, kita bisa menjaga kesetiaan kita meski berada di tengah dunia yang penuh kompromi.
Kecerdikan sejati menurut Yesus bukan soal mencari untung bagi diri sendiri, melainkan memelihara relasi yang benar. Bendahara itu membangun hubungan dengan para pengutang, dan Yesus memakainya untuk menekankan pentingnya relasi dalam kehidupan. Bagi murid Kristus, mengelola harta, berkat, dan kesempatan haruslah diarahkan untuk membangun kasih dan persaudaraan. Jangan sampai harta, berkat dan kesempatan hanya dipakai untuk prestasi dan cuan bagi diri sendiri. Relasi yang baik akan menjadi benteng dari fitnah dan tuduhan, karena kita terbukti setia dalam hal kecil maupun besar. Inilah hikmat yang menjaga kita tetap berkenan di hadapan Allah dan sesama.
Akhirnya, Yesus menutup pengajaran ini dengan tegas: kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mamon sekaligus. Karena itu, kecerdikan seorang murid harus selalu diarahkan untuk setia kepada Allah. Kita dipanggil bukan sekadar cerdik, tetapi juga berhikmat, agar mampu menggunakan berkat Tuhan sebagai sarana kebaikan. Dengan demikian, kita tidak menjadi korban sistem dunia yang korup, tetapi hadir sebagai saksi yang memelihara kebenaran. Murid yang cerdik nan berhikmat adalah murid yang setia mengelola berkat Allah demi kesejahteraan bersama.