Joyful! Tema ini mengajak kita untuk bersukacita, atau bergembira senantiasa, khususnya dalam menantikan kedatangan Kristus yang kedua. Dalam keadaan normal, ajakan ini rasanya cukup mudah untuk dilaksanakan. Tidak demikian untuk saat ini. Masa pandemi yang cukup lama sudah mengakibatkan banyak masalah, seperti: gangguan kesehatan, kematian, pengangguran, kemiskinan, maraknya kejahatan di berbagai tempat dsb. Bersukacita jadi terasa sulit sekali. Tapi dalam Filipi 4:4-7, Paulus menulis: ”Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan, Bersukacitalah!”. Sampai dua kali Paulus menekankan itu. Berarti, hal ini perlu diperhatikan sungguh-sungguh. Jadi, mari kita bersama-sama belajar tentang bersukacita.
1. Sukacita sejati adalah milik Tuhan. Bukan milik manusia/dunia. Ketika kita percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, kita dianugerahi sebutir benih sukacita ke dalam hati kita. Sejak saat itu, sebenarnya kita sudah dapat merasakan kelegaan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hati kita. Tapi kita sering gagal merasakan nya. Kenapa? Karena fokus kita pada masalah, dan bukan kepada Kristus. Kita lalu mencari sukacita pada tawaran dunia yang bersifat sementara, bahkan sering menipu. Berpesta pora, beli barang mahal, foyafoya, bahkan lari ke alkohol dan narkoba. Mari kita perhatikan apa yang dilakukan oleh Paulus dan Silas saat mengalami penderitaan di Filipi (Kis. 16:16-). Karena menolong seorang budak perempuan yang dirasuk setan, mereka ditangkap, dihajar, dan di masukkan ke penjara, dan dipasung. Mereka amat menderita! Tapi mereka berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah (Kis. 16:25). Dan itu didengarkan oleh para narapidana yang lain. Sukacita mereka yang tidak biasa memengaruhi narapidana yang lain, dan memberikan teladan bagi jemaat Filipi. Paulus dan Silas sudah membuktikan bahwa sukacita sejati tidak tergantung pada keadaan. Mereka bersukacita bukan karena dipenjara, tapi karena Kristus menemani dan ikut merasakan penderitaan bersama mereka.
2. Sukacita bertumbuh dalam relasi yang harmonis.
Relasi ini terbina saat ada hubungan yang baik antara kita dengan Tuhan dan sesama. Secara vertikal dan horizontal beres, merupakan lambang salib yang utuh. Sukacita bertumbuh! Jika sukacita kita meredup atau lenyap, perlu introspeksi. Mungkin ada dosa atau kepahitan yang tersimpan. Mintalah pengampunan Tuhan. Sebesar apapun dosa kita, dapat diampuni-Nya. Pulihkan juga hubungan yang rusak dengan sesama. Contoh, konflik antara Euodia dan Sintikhe yang bisa merusak sukacita dalam pelayanan, serta kedamaian dalam berjemaat. Setiap orang adalah ciptaan Allah yang unik. Tapi keberbedaan justru dibutuhkan untuk saling melengkapi. Gunakan untuk saling menolong, dan bukan alasan untuk berkonflik. Jadilah “sesama” bagi orang lain dengan bersikap dan berbagi kepedulian. Itu menumbuhkan sukacita yang besar. Sebaliknya sikap egois dan cuek, ampuh membunuh sukacita! Kis. 29:35, “Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima “. Sukacita muncul dengan memberi. Sukacita sejati hadir di bumi ketika Allah Bapa memberikan Putera-Nya. Hadir dalam hidup kita, dan tumbuh subur saat kita juga bersedia memberi. Menjadi bagian kita untuk menghidupi dan memancarkan sukacita itu, lewat sikap, kata, dan laku kita. Begitulah cara kita membagikan Injil, kabar sukacita itu.
3. Sukacita adalah sebuah KEPUTUSAN.
Lingkungan di luar kita tidak bisa menentukan apakah kita akan bahagia atau menderita. Sikap kita dalam menanggapi segala sesuatu, itulah yang akan menentukan. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat mempengaruhi sukacita kita, kecuali kita memang mengijinkannya. Paulus adalah rasul yang paling kenyang dengan penderitaan (2 Kor. 11:23-28), itupun masih ditambah dengan “duri dalam daging”. Dia punya banyak alasan untuk kecewa dan putus asa. Tapi dia memilih untuk tetap kuat di dalam Kristus dan bersyukur senantiasa dalam segala hal. Bersyukur akan menumbuhkan pengharapan dan semangat hidup. Bersyukur akan menghadirkan sukacita. Jangan dibalik. Bersyukurlah karena masalah kita yang terbesar sudah diselesaikan Kristus di kayu salib. Bersyukur karena Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang mengasihi-Nya. Bersyukurkah, karena Kristus adalah Imanuel, Allah yang beserta kita senantiasa. Kita tidak akan pernah berjalan sendirian lagi. Kasih dan penyertaanNya untuk selama-lamanya. Itulah alasan untuk bersukacita senantiasa di dalam Tuhan. Jadi, bersukacita adalah keputusan yang harus kita ambil, karena itulah yang terbaik bagi hidup kita. Juga yang terbaik dalam merayakan Natal, dan menantikan kedatangan Kristus kembali. Amin