Salah satu kunci agar kita dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan hidup adalah memiliki pengharapan, karena pengharapan adalah kekuatan yang luar biasa bagi setiap orang percaya. Pertanyaannya, pengharapan yang bagaimana yang harus kita miliki?
1. Pengharapan yang berdasar pada Kristus (I Kor. 15:19-20)
Saudara, Saudara pasti akan setuju dengan pendapat saya, bahwa kapal tanpa kompas akan hancur; hal yang sama berlaku pula untuk hidup tanpa pengharapan. Oleh karena itu setiap kita perlu memiliki pengharapan, supaya dapat bertahan dalam hidup ini.
Saudara, surat I Korintus ini ditulis oleh Rasul Paulus kepada orang-orang percaya di kota Korintus. Paulus pernah melayani di kota ini selama ± 18 bulan, dan jemaat ini cukup merepotkan Paulus karena ketidakstabilannya. Oleh karena itu mereka perlu diajar supaya mencapai kedewasaan rohani (I Kor. 3:1-3). Latar belakang Yunani dan lingkungan penyembahan berhala yang kuat banyak mempengaruhi jemaat ini. Pada umumnya orang-orang Yunani tidak percaya akan kebangkitan orang mati. Mereka menganggap tubuh manusia sebagai penjara, dan mereka menanti-nantikan kematian sebagai pembebasan dari perbudakan. Agaknya sikap tidak percaya ini telah menyusup ke dalam jemaat dan mengakibatkan pengharapan kebangkitan yang telah diajarkan Paulus sebelumnya menjadi berkurang artinya. Karena itu melalui surat ini Paulus ingin menekankan kembali mengenai kebangkitan hidup orang Kristen, yang sebenarnya merupakan dasar kepercayaan sekaligus dasar pengharapan bagi setiap orang Kristen.
Dalam ayat-ayat ini dengan gamblang Paulus memaparkan: jika tidak ada kebangkitan, maka orang-orang Kristen adalah orang-orang yang paling bodoh, yang patut dikasihani, karena dalam hidupnya, mereka hanya menaruh pengharapan kepada Tuhan yang dikira akan membawa kekayaan, hidup berkelimpahan, dan semua hal yang membedakan orang Kristen dengan orang bukan Kristen, sehingga mau mengambil bentuk penderitaan demi hal itu, tetapi ternyata Tuhan itu tidak bangkit. Bahkan dalam ay. 19 ini Paulus seolah-olah mengatakan, “Jika dalam hidup ini, kita tidak memiliki apa-apa selain pengharapan, maka dengan tidak adanya kebangkitan, kita hanyalah para pengharap yang bodoh, yang paling malang, dan segala yang kita lakukan termasuk mati martir pun adalah sia-sia.” Jika Kristus tidak dibangkitkan dari kematian, maka tidak ada pengharapan sejati yang tertinggal, dan setiap pengharapan hidup orang Kristen itu menguap bersama kematian-Nya. Jika Kristus tidak dibangkitkan dari kematian, kekristenan menjadi tidak berarti dan bodoh. Tidak ada gunanya berharap.
Tapi benarkah demikian, Saudara? Tidak! Ayat Selanjutnya, ay. 20 membuktikan hal itu. Dengan tegas Paulus berkata: “Tidak demikian halnya! Tetapi kenyataannya, Kristus bangkit dari kematian!” Paulus memberikan bukti-bukti yang meyakinkan bahwa Kristus benar-benar bangkit. Injil yang telah tersebar, bahkan sampai di Korintus, merupakan fakta yang berbicara mengenai kebangkitan Kristus, karena pemberitaan Injil yang ada merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebangkitan Kristus. Kristus telah mati, Kristus telah dikuburkan, Kristus telah dibangkitkan, sesuai dengan kitab suci, adalah fakta-fakta sejarah yang mendasari berita Injil (ay. 3-5). Bahwa sesudah kebangkitan-Nya, Kristus telah menampakkan diri kepada lebih dari satu orang: kepada Kefas (Petrus), kepada ke-12 murid-Nya (ay. 5), kepada lebih dari 500 orang sekaligus (ay. 6), kepada Yakobus-saudara-Nya, kepada semua rasul (ay. 7), dan bahkan kepada Paulus sendiri (ay. 8). Hal-hal itu cukup menjadi bukti yang kuat, bahwa Kristus benar-benar bangkit, sesuai dengan yang pernah dikatakan-Nya (Mat.17:23). Dan bahwa Ia tidak berdusta dalam janji-Nya, Ia dapat dipercaya, Ia dapat diandalkan. Pada waktu Kristus bangkit, maut telah ditelan-Nya, sengat maut telah dikalahkan-Nya, dan kemenangan telah diraih-Nya.