Bacaan: Roma 5:1-10
“Tabah ya…semua akan baik-baik saja.” Begitu orang seringkali menyapa dan menguatkan seorang saudara atau sahabat yang sedang mengalami persoalan. Tak lupa pula diikuti dengan pernyataan-pernyataan yang mendorong orang tersebut agar menerima saja keadaan yang terjadi. Lantas, ketabahan itu dimaknai sebagai kemampuan menerima segala keadaan tanpa keluhan. Tak sedikit pula yang mengingatkan agar tetap bersyukur meski realita hidup begitu berat untuk dijalani. Akan tetapi benarkah sebuah ketabahan membuat kita “hanya” bicara tentang kemampuan seorang beriman untuk menerima?
Pertanyaan ini muncul sebab hari ini kita belajar dari Roma 5:1-10. Lihatlah perkataan Paulus dalam Roma 5:3-5 “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Dari perikop ini kita melihat bahwa ketabahan itu lahir dari sebuah proses. Proses menghadapi kesengsaraan, proses menjadi tekun, dan proses memelihara pengharapan. Jadi ketabahan di sini bukanlah sebuah tindakan pasif. Ketabahan yang disampaikan Paulus adalah tindakan aktif berjalan maju menghadapi kerumitan dunia.
Bersyukur bahwa Paulus pun menyatakan bahwa ketabahan merupakan “produk” dari kesediaan untuk menyerahkan dan memercayakan diri penuh pada Allah. Penyerahan diri ini penting sebagai langkah kita mau menjalani hidup sesuai dengan teladan hidup kita Yesus Kristus. Penyerahan diri Yesus Kristus memberinya ketabahan menuntaskan misi-Nya di dunia. Hal itu adalah model yang harus kita teladani. Dan dari penyerahan diri Yesus Kristus pula kita memperoleh modal/ kekuatan untuk menjalaninya. Sebab harapan hidup kita bersumber dari karya penyelamatan-Nya.
Dari kehidupan yang lebih dekat dengan kita di hari ini, kita juga memiliki teladan hidup ketabahan dalam diri Bob Wieland. Bob Wieland adalah seorang veteran perang Vietnam. Suatu ketika di tahun 1986 ia mengikuti New York City Marathon (salah satu lomba lari marathon bergengsi). Ia bukan pemenangnya, sebab ia membutuhkan waktu 4 hari, 2 jam, 47 menit, dan 17 detik untuk tiba di garis akhir. Mengapa ia membutuhkan waktu yang begitu panjang? Itu karena Bob berlari dengan kedua tangannya. Kedua kakinya harus diamputasi setelah terkena ranjau di medan perang. Bob Wieland adalah contoh nyata tentang sebuah ketabahan yang aktif menghadapi kerumitan dunia.
Selanjutnya, giliran kita yang harus merealisasikan nilai ketabahan dalam keseharian kita bekerja di ladang Tuhan. Mari berproses bersama! Percayalah Tuhan memampukan kita!