Mazmur 10:1-11
Menjadi rendah hati
Dalam bukunya, Finding Happiness: Monastic Steps for a Fulfilling Life, Abbot Christopher Jamison mendefinisikan harga diri sebagai ‘mementingkan diri sendiri’. Dia menulis, ‘Kerendahan hati merupakan pendekatan yang jujur pada kenyataan hidup dan mengakui bahwa kita tidak lebih penting daripada yang lain.’
Pemazmur merasa bahwa TUHAN itu ‘jauh... di kala masalah menerpa’ (Ay. 1 dan seterusnya), lalu menyadari bahwa TUHAN ‘melihat kesusahan dan sakit hati’, ‘mendengarkan' ‘seruan’ orang yang 'kesusahan’ dan melindungi ‘anak yatim dan orang lemah’ (Ay.14 dan seterusnya).
Kenyataannya, ‘orang fasik’lah (Ay.2) yang menjauhkan diri – ‘hukum-hukum-Mu tinggi sekali, jauh dari dia’ (Ay.5). Mereka menganggap diri sendiri lebih penting dibandingkan sesama – terlebih orang-orang yang lemah, yang mereka tarik ke dalam jaring mereka’ (Ay. 9-10). Ayat-ayat ini menceritakan tentang jerat ‘harga diri’ (Ay.4).
Ketika semuanya tampak baik-baik saja, kita mungkin tergoda untuk mengatakan, ‘Aku tidak akan goyang... Aku tidak akan ditimpa malapetaka turun temurun’ (Ay.6). Kita bisa tergoda untuk merasa tidak membutuhkan Allah: ‘Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: “Allah tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!”, itulah seluruh pikirannya’ (Ay.4). Mudah untuk menjadi congkak (Ay.2) dan memuji-muji keinginan hati (Ay.3). Mazmur ini menyuruh kita untuk tidak berlaku demikian dan mengingatkan bahwa kita membutuhkan Allah.
Mari kita berdoa : Tuhan, jauhkan aku dari kemegahan diri, kecongkakan, dan mementingkan diri sendiri. Biarlah aku mencari-Mu dengan segenap hatiku dan menyadari bahwa Engkau sangat kuperlukan dan janganlah pernah melupakanku.