“Keesokan harinya ketika ketiga orang itu berada dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, kira-kira pukul dua belas tengah hari, naiklah Petrus ke atas rumah untuk berdoa.” (Kisah Para Rasul 10:9)
Ayat Bacaan: Kisah Para Rasul 10:9-16
Sejak bertobat menjadi Kristen, awalnya saya tidak tahu bahwa sebenarnya orang-orang Kristen memiliki jam sembahyang/doa yang sudah diatur sedemikian rupa sejak zaman para Rasul. Di samping itu, sebenarnya juga karena tidak ada orang yang memperkenalkan hal tersebut pada saya selama bertahun-tahun lamanya, termasuk bagaimana praktik doanya. Sampai akhirnya, saya berinisiatif mencari tahu sendiri ke perpustakaan Orthodox, yang berada tidak jauh dari tempat tinggal saya. Karena menurut saya, hanya Kekristenan Timur-lah yang masih memiliki arsip asli yang memuat catatan tentang sembahyang/doa tersebut. Puji Tuhan, di sana saya akhirnya menemukan tulisan kuno yang menjelaskan tentang jam sembahyang, sekaligus liturgi dan praktik doanya. Dan ternyata, apa yang saya pelajari dalam Kitab Suci pun terkonfirmasi.
Sebelum Petrus merasa lapar dan ingin makan (ay.10), dia naik ke atas rumah untuk berdoa. Dikatakan di situ kira-kira pukul 12 belas tengah hari (ay.9). Menariknya, terjemahan LAI untuk ayat 9 ini tidak terlalu tepat jika dibandingkan dengan apa yang dikatakan dalam Alkitab NKJV, “On the next day, as they went on their journey, and drew nigh unto the city, Peter went up upon the housetop to pray about the sixth hour.” The sixth hour ini sangat jelas merujuk pada sembahyang/doa jam ke-6 yakni pukul 12 siang. Jadi, bukan sekedar kira-kira pukul 12 belas tengah hari Petrus naik ke atas rumah untuk berdoa. Namun, memang sudah dari dulu kebiasaan doa yang mengikuti jam sembahyang tersebut dilakukan oleh Petrus dan para Rasul lainnya, yang kadang tidak diteruskan kebiasaannya, atau malah diabaikan oleh jemaat Kristen masa kini. Setelah Petrus berdoa, jelas tersingkap pula peneguhan ilahi tentang makanan yang diizinkan Allah untuk dikonsumsinya (ay.11-16).
Saudara, di balik jam sembahyang/doa yang banyak macamnya, sebenarnya Tuhan ingin kita taat untuk berdoa, dan bukan berarti menganggapnya sebagai rutinitas agamawi yang melelahkan tubuh. Namun, anggaplah bahwa itu baik untuk kesehatan jiwa kita. Berdoa itu seharusnya menjadi gaya hidup kita sehari-hari. Bukan saat bersekutu dengan saudara seiman saja, tetapi kita juga bisa mempraktikkan sembahyang/doa seperti yang dilakukan oleh para Rasul dalam keseharian hidup kita. Selain itu, percayalah juga bahwa dengan berdoa akan banyak peneguhan ilahi yang disingkapkan oleh Allah. YDS
BERDOA ITU BUKAN SEMAUNYA, TETAPI HENDAKLAH ITU RUTIN DILAKUKAN SAMPAI MENJADI GAYA HIDUP KITA