
“Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir."
(Matius 2:14)
Kisah kelahiran Yesus seringkali kita kenang dengan nuansa damai dan sukacita. Namun, Matius 2:13-23 menyajikan sisi yang sangat kontras: kenyataan pahit. Tak lama setelah lahir, Yesus sudah menjadi target pembunuhan Herodes, memaksa keluarga Kudus menjadi pengungsi di negeri asing, Mesir. Di saat yang sama, terjadi tragedi memilukan di Betlehem di mana anak-anak kecil dibantai.
Seringkali dalam hidup, kita menghadapi "Herodes-Herodes" modern: kehilangan pekerjaan, pengkhianatan, penyakit kronis, atau duka yang mendalam. Saat hal itu terjadi, kita mungkin bertanya, "Mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi jika Ia beserta kita?"
Dari perikop ini, kita belajar tiga hal penting dalam menjalani kenyataan pahit:
1. Kenyataan Pahit Bukan Berarti Tuhan Absen
Yusuf dan Maria harus lari ke Mesir bukan karena Tuhan kalah, tetapi karena ada rencana perlindungan di tengah ancaman. Tuhan tidak menjanjikan hidup bebas dari kesulitan, tetapi Ia berjanji akan menyertai (Imanuel) di dalam kesulitan tersebut.
2. Ketaatan di Tengah Ketakutan
Yusuf tidak menunda-nunda. Begitu mendapat peringatan, ia segera bangun di malam hari dan berangkat. Ketaatan seringkali menjadi kunci keamanan kita. Saat dunia terasa gelap, langkah terbaik adalah tetap melangkah sesuai dengan tuntunan firman-Nya.
3. Ada Pemulihan Setelah Masa Pembuangan
Setelah Herodes mati, Tuhan memanggil mereka kembali. Setiap "masa Mesir" (masa kesesakan) dalam hidup kita memiliki batas waktu. Tuhan sanggup memulihkan dan membawa kita kembali ke tempat di mana rencana-Nya digenapi (Nazaret).
Menjalani kenyataan pahit bersama Kristus tidak berarti beban kita langsung hilang, tetapi berarti kita tidak memikulnya sendirian. Kristus sendiri telah merasakan pahitnya menjadi pengungsi dan ditolak, sehingga Ia memahami setiap tetes air mata kita. Selamat menjalani kenyataan pahit bersama Kristus. Roh Kudus yang memampukan kita!