Bacaan: Yesaya 48:1-5
... bahkan mereka menyebutkan dirinya menurut kota kudus dan mereka bertopang kepada Allah Israel, TUHAN semesta alam nama-Nya .... (Yes. 48:2)
Tipu muslihat yang licik; pandai menipu untuk mencapai suatu tujuan, itulah arti dari akal bulus. Dalam kaidah bahasa Indonesia, akal bulus masuk dalam rumpun majas metafora. Majas sendiri merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan dengan cara imajinatif. Artinya, majas metafora adalah majas yang menggunakan analogi atau perumpamaan terhadap dua hal yang berbeda.
Israel adalah bangsa yang dipanggil hidup bijaksana dan berakal budi. Allah mengingatkan agar umat-Nya hidup taat dan setia. Peringatan itu disampaikan melalui tuntunan sabda yang diterakan dalam ibadah maupun melalui peringatan yang disuarakan para nabi. Namun, yang berlangsung justru kebalikannya. Israel hidup sebagai bangsa yang keras kepala. Sikap mereka jauh dari berakal budi dan tulus. Bahkan, Israel kerap mengabaikan peringatan dari Tuhan. Ketaatan kepada Allah diakali sekadar sebagai ritual ibadah yang penuh kepalsuan. Pujian dan doa hanyalah pemanis. Makin memprihatinkan karena di balik akal bulus itu, mereka dengan bangga mengidentifikasi diri sebagai orang yang hidup suci. Mereka memang tinggal di Yerusalem, kota suci Allah, tetapi perilaku hidupnya justru penuh muslihat dan pura-pura. Dalam konteks inilah, Yesaya mengingatkan agar mereka berperilaku tulus. Taat kepada Allah dengan seluruh akal budi dan hikmat.
Allah memanggil kita hidup berakal budi, jujur, dan tulus hati. Ia membenci akal bulus dan pura-pura.
REFLEKSI:
Identitas kita sebagai umat Tuhan, mewujudnyata melalui akal budi yang dipenuhi dengan ketaatan dan kejujuran.