Bacaan: Lukas 12: 49-56
Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami
Dirgahayu Republik Indonesia. Semangat kemerdekaan bergelora menyambut perayaan 17 Agustus 2025. Momen ini menjadi sangat istimewa karena kita sedang merayakan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonsia. Perayaan ini menandai delapan dekade perjalanan bangsa sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai Gereja Kristen Indonesia “Emaus”, kita pun membersamakan diri dalam semarak peringatan kemerdekaan melalui aneka lomba, dekorasi dan ibadah syukur HUT ke-80 RI.
Tentu saja, keterlibatan kita tidak boleh berhenti pada semarak lomba, kemeriahan dekorasi dan ibadah syukur. Pertanyaan penting dalam konteks menghayati kemerdekaan Indonesia, sebagaimana bacaan Alkitab pada hari ini berkenaan dengan ibadah yang berwujud dalam kehadiran dan peran kita yang memberkati kehidupan. T.B Simatupang mengatakan, “kehadiran kita ikut menentukan tetapi juga ditentukan oleh kehadiran kelompok-kelompok yang lain yang ada di tengah masyarakat. Kelompok-kelompok yang dimaksud secara berurutan adalah rakyat banayak (masyarakat), umat Islam dan birokrasi kekuasaan”. Jika kehadiran kita saling menentukan, relasi dengan yang lain menjadi penting. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana relasi kita dengan yang lain?
Kita mengakui bahwa kehadiran gereja sering masih terpusat pada diri sendiri. Padahal, Tuhan menghadirkan kita untuk berperan bagi kehidupan. GKI, bersama dengan gereja-gereja lain, kelompok-kelompok masyarakat dan pemerintah, berperan serta dalam pembangunan nasional...Dukungan, keterlibatan dan partisipasi tersebut harus diwujudkan dengan sikap terbuka, positif, kritis, kreatif, realistis, dinamis dan berpengharapan” (Penjelasan Mukadimah Tata Gereja GKI alinea 12.3).
Dalam kesadaran atas panggilan ini, maka kehadiran dan peran GKI sebagaimana misi kehadiran Yesus di tengah kehidupan perlu disegarkan kembali. Di tengah maraknya kepalsuan atas keberadaan orang-orang munafik, ada dua titik refleksi yang perlu kita lakukan dalam menilai kehadiran orang Kristen dan gereja. Pertama, terkait dengan momentum. Kesadaran bahwa ada momentum yang belum tentu berulang yang Tuhan berikan bagi orang Kristen dan gereja sebagai kesempatan untuk berkarya di tengah dunia. Pada bagian ini, kemendesakan yang diserukan Injil Lukas memiliki relevansinya. Apakah kita sadar sebagai orang Kristen dan gereja untuk memanfaatkan momentum yang Tuhan sediakan untuk hadir dan berkarya? Kedua, terkait dengan pemberitaan. Berapa banyak pemberitaan gereja dilakukan dengan kesadaran untuk menumbuhkan semangat menghadirkan Injil Kerajaan Allah bagi umat, gereja dan masyarakat? Perlulah kita bertanya dengan jujur apakah pemberitaan yang selama ini dilakukan gereja hanya dilakukan untuk memuaskan telinga (bdk. Tim.4:3)? Sering kali banyak pemberitaan dilakukan gereja hanya untuk keamanan, kenyamanan dan kebesaran diri. Itulah sebabnya hal-hal yang menyenangkan telinga kerap menjadi pemberitaan gereja. Dalam sejarah umat tercatat nama Hananya yang melakukan pemberitaan seperti ini. Pemberitaan seperti ini dapat dikategorikan sejajar dengan pemberitaan nabi palsu sebagaimana yang dilawan oleh nabi Yeremia. Kita tidak boleh mengulang hal ini.
Di sini, kita perlu belajar dari kehadiran tokoh-tokoh Alkitab yang memberikan teladan kehadiran dan peran yang memberi makna dan manfaat bagi kehidupan. Itu berarti kehadiran orang Kristen dan gereja harus menjadi komunitas eksemplaris (komunitas yang menjadi contoh) bagi masyarakat. Orang Kristen dan gereja memberi teladan perjuangan hidup, bakti dan pengabdian yang memberkati negri Indonesia. Merdeka! Amin.
*Pdt. Setyahadi