Nas: Lukas 9:51-62
Pengkhotbah: Ev. David Alinurdin
Membaca Injil Lukas tidak bisa dipisahkan dari Kisah Para Rasul karena sesungguhnya dua kitab ini ditulis oleh penulis yang sama, tabib Lukas, dan memang dimaksudkan untuk dibaca dan dipahami sebagai satu kesatuan. Lukas menulis kedua kitab ini kepada Teofilus (Luk. 1:1-4; Kis. 1:1-2), yang kemungkinan adalah seorang Yunani-Romawi dari kalangan istana yang menjadi pengikut Kristus.
Ketika Lukas menulis Injil ini pada tahun 70-80an, berita Injil Kristus sudah mulai tersebar di kerajaan
Romawi. Banyak orang-orang dari bangsa lain selain Yahudi, yang percaya dan menjadi pengikut Kristus, termasuk juga orang-orang Yunani-Romawi dari kalangan istana. Dalam surat Filipi 4:22, yang ditulis rasul Paulus dari penjara rumah di ibukota Roma, tersirat bahwa sang rasul berhasil memberitakan Injil sampai ke kalangan istana kaisar (bdk. Kis. 28:11-31).
Teofilus dan teman-temannya dari kalangan istana perlu dibimbing untuk memiliki keyakinan iman yang kokoh kepada Kristus dan terdidik dalam pokok-pokok iman Kristen. Saat itu gerakan
Kekristenan dipandang sebelah mata, dianggap bidat atau ajaran sesat dari agama Yahudi.
Kekristenan dianggap gerakan yang menentang kekaisaran Romawi karena mengajarkan bahwa Yesus Kristus dari Nazaret, yang mati disalib sebagai penjahat, adalah Tuhan dan Raja satu-satunya yang patut disembah, bukan kaisar. Di tengah masyarakat pada masa itu, orang Kristen juga dianggap aneh karena tidak mau ikut dalam penyembahan berhala dan tidak mau makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Karena itu, Lukas menulis Injilnya untuk mengajarkan tentang siapa Kristus dan apa yang telah dikerjakan-Nya melalui kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya, untuk mengenapi janji keselamatan Allah yang telah dinubuatkan di PL (Luk. 24:44). Injil ini ditulis dengan tujuan supaya orang-orang yang baru percaya dari kalangan Yunani-Romawi seperti Teofilus dan teman-temannya, dapat dikuatkan untuk tetap setia mengikut Kristus dan memberitakan Injil di tengah tiap kesulitan dan tantangan yang mereka akan alami pada masa itu.
Jika kita membaca seluruh pasal 9 dari Injil Lukas maka kita bisa melihat tema yang dominan adalah bagaimana Tuhan Yesus mempersiapkan murid-murid-Nya yang akan diutus untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah di pasal 10. Panggilan untuk mengerjakan misi Kerajaan Allah terbuka lebar bagi siapa pun yang mau menyerahkan hidupnya untuk taat mengikut Yesus, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi (seperti Samaria di 9:52-53), pria maupun wanita (8:1-3), bahkan termasuk orang-orang di luar kelompok rasul (9:49-50). Namun demikian, Yesus tidak pernah mengurangi tuntutan kualitas seorang murid yang dikehendaki-Nya.
Perikop yang kita renungkan dimulai dengan pernyataan yang penting, “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (51). Yerusalem adalah kota yang penting dalam tulisan Lukas. Seluruh pergerakan dalam Injil Lukas bermuara pada Yerusalem karena di sinilah Yesus akan menggenapi Injil keselamatan Allah bagi segala bangsa. Kemudian, di Kisah Para Rasul kita bisa melihat bagaimana Injil keselamatan itu disebarluaskan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi (ibukota Roma). Karena itu, ayat ini mengawali sesuatu yang penting dan mendesak untuk Tuhan Yesus jalani sebagai tujuan dari misi kedatangan-Nya ke dalam dunia, yaitu menggenapi rencana keselamatan Allah yang sudah dinubuatkan para nabi PL. Bersama dengan Musa dan Elia yang menampakkan diri dalam kemuliaan di atas gunung, Yesus membicarakan tujuan kepergian-Nya ke Yerusalem. Yesus menggenapi, dan bahkan melampaui misi Musa, Elia dan semua nabi PL, karena Ia adalah Mesias dari Allah (9:20), yang diurapi Allah untuk menyampaikan kabar baik, mewartakan pembebasan dan memberitakan bahwa tahun rahmat Allah telah datang (4:16-17). Tuhan Yesus tahu bahwa dalam beberapa minggu ke depan, di kota Yerusalem, Ia akan menderita, mati disalibkan, bangkit dan bertakhta di sorga, untuk menggenapi rencana keselamatan Allah bagi segala bangsa. Karena itu, Yesus “mengarahkan pandangan-Nya” yang menunjukkan fokus, determinasi, ketetapan hati dan kebulatan tekad Yesus kepada tujuan yang akan dijalani-Nya di Yerusalem.
Dengan fokus dan komitmen untuk menjalani agenda dan misi Kerajaan Allah maka Yesus juga memanggil para murid untuk ikut ambil bagian dalam misi tersebut, dengan fokus dan komitmen yang sama seperti yang dimiliki Yesus. Di perikop sebelumnya (9:22-27), Yesus memperingatkan para murid bahwa perjalanan menuju Yerusalem bukanlah hal yang mudah. Yesus dan para pengikut-Nya akan mengalami banyak penolakan. Ia akan menderita, dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Oleh sebab itu, Yesus memanggil para murid untuk menyangkal diri, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Dia, dengan risiko mereka dapat saja kehilangan nyawanya. Untuk misi yang sedemikian penting dan mendesak, Yesus menghendaki para pengikut yang sungguh-sungguh. Karena itu, di perikop yang kita baca (9:57-62), Kristus sekali lagi memberi peringatan bahwa kualitas-kualitas utama yang perlu dimiliki seorang murid adalah kesetiaan, prioritas dan komitmen.
Kepada seseorang di tengah jalan yang berkata kepada Yesus, “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi,” Yesus memperingatkannya akan penolakan demi penolakan yang akan mereka alami. Jika hewan-hewan mempunyai liang dan sarang, maka Yesus tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Justru di kampung halamannya sendiri, tempat Ia dibesarkan, Nazaret, Yesus mengalami penolakan (4:16, 22-30). Orang-orang Samaria juga tidak mau menerima Dia (9:53). Dan para murid juga memiliki kemungkinan untuk mengalami penolakan yang sama (9:5). Karena itu, Yesus memperingatkan orang pertama yang sangat bersemangat ini, bahwa seorang murid dituntut memiliki kesetiaan di dalam mengikut Dia, dalam kondisi apa pun, baik diterima maupun ditolak.
Kepada orang kedua, Yesus berkata, “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu memohon izin untuk pergi menguburkan bapanya terlebih dahulu. Kita tidak tahu apakah ayah dari orang ini baru saja meninggal atau sakit keras hingga ada kemungkinan dalam waktu dekat akan meninggal. Apa pun kondisinya, jelas permintaan orang ini adalah sesuatu yang bisa diterima masyarakat, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Hormat dan bakti kepada orang tua adalah perintah kelima dari 10 perintah Allah di PL. Yesus sebagai orang Yahudi tentu juga mengetahui hukum Taurat ini. Namun demikian, jawaban Yesus sungguh mengejutkan dan membingungkan, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Apakah Yesus sedang mengajarkan para murid untuk tidak menghormati atau mengabaikan orang tua dan keluarga mereka? Tentu tidak, karena Yesus sendiri, dalam keadaan menderita di atas kayu salib demi menjalankan misi Bapa, masih memikirkan dan mengurus ibu-Nya, Maria, dengan menyerahkannya kepada rasul Yohanes (Yoh. 19:25-27). Maka, bagaimana kita memahami perkataan Yesus ini?
Perkataan Yesus di sini perlu dilihat dalam konteks kenabian, karena pelayanan Yesus dapat dikatakan mengikuti panggilan pelayanan para nabi PL dan bahkan melampauinya karena Yesus lebih dari seorang nabi namun tidak kurang dari itu. Di PL, Allah sering kali memerintahkan para nabi untuk melakukan hal-hal yang tidak lazim menurut pandangan umum, demi mengejutkan atau menyentakkan hati umat Israel yang bebal dalam mendengarkan dan menaati firman-Nya. Nabi Yeremia (Yer. 16:1-9) dan Yehezkiel (Yeh. 24:15-24) diperintahkan Allah untuk tidak boleh berkabung
dalam kondisi kedukaan untuk mendemonstrasikan penghakiman Allah atas umat yang
memberontak. Seperti perintah Allah kepada para nabi, maka Yesus sebagai Mesias yang datang dari Allah juga memerintahkan para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. Maka, perkataan Yesus di sini harus dilihat sebagai sebuah bentuk retorika (gaya bahasa) yang menyentak pendengarnya untuk menekankan betapa mendesaknya panggilan pemberitaan Injil. Jadi, kualitas kedua yang dituntut Yesus dari murid-Nya adalah prioritas, yaitu mendahulukan dan mengutamakan agenda Kerajaan Allah lebih dari apa pun. Tidak boleh ada hal yang menghalangi, mencegah atau mendistraksi seorang murid dari mengikut Yesus dan memberitakan Injil Kerajaan Allah. Apalagi mengingat ritual pemakaman Yahudi berlangsung dua kali (penguburan di bukit batu dan kemudian setelah satu tahun, pemindahan tulang-belulang ke dalam sarkofagus) dan memakan waktu yang panjang. Yesus seolah-olah berkata kepada calon murid yang kedua ini, “Kamu ingin menunda untuk mengikut Aku demi mempersiapkan kematian ayahmu yang sedang sakit, itu adalah hal yang baik. Namun, Aku sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem untuk mati memberikan nyawa-Ku menjadi tebusan bagi banyak orang supaya mereka diselamatkan. Waktu-Ku sudah tidak lama lagi. Mungkin Aku sudah akan mati lebih dulu sebelum ayahmu meninggal. Jadi, manakah yang kamu pilih? Ini adalah misi yang sangat penting, memberitakan Injil di mana-mana supaya mereka yang mati di dalam dosa dapat diselamatkan dari kebinasaan. Maukah engkau mengikut Aku?”
Orang yang ketiga berkata, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Dan Yesus menjawabnya, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” Apakah Tuhan Yesus melarang seorang murid barang sebentar untuk berpamitan terlebih dahulu dengan keluarganya sebelum pergi mengikut Dia? Tentu tidak, karena dalam PL, Elia mengizinkan Elisa untuk pamitan kepada keluarganya (1Raj. 19:19-21). Namun, di dalam kemahatahuan-Nya, Tuhan Yesus melihat bahwa orang yang ketiga ini adalah seorang yang bimbang, bercabang atau mendua hati. Ada kemungkinan jika ia kembali ke rumah untuk pamitan dengan keluarganya maka ia akan undur untuk mengikut Yesus. Calon murid yang ketiga ibarat seperti bangsa Israel di padang gurun, walaupun sudah dipimpin Allah keluar di Mesir namun hati mereka masih mendambakan Mesir. Orang yang ketiga ini adalah orang yang tidak memiliki komitmen atau ketetapan hati yang sungguh-sungguh dalam mengikut Yesus. Karena itulah Yesus memberikan perumpamaan mengenai membajak. Pembajak masa itu sangat memahami bahwa dalam membajak pantang untuk menoleh ke belakang. Bajak yang ditarik oleh dua ekor lembu perlu dikendalikan dengan fokus dan serius. Seorang pembajak yang tidak fokus memandang ke depan dapat mengakibatkan jalur membajaknya menjadi menyimpang atau bahkan mungkin saja alat bajak tersebut menjadi kocar-kacir dan terjungkal balik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Tuhan Yesus adalah hamba yang setia dan taat kepada kehendak Allah Bapa. Ia fokus memandang ke depan, dengan ketetapan hati, pergi ke Yerusalem untuk menjalankan misi Kerajaan Allah sekalipun ada banyak penolakan, hingga menyerahkan nyawa-Nya untuk menjadi tebusan bagi orang berdosa. Dan Tuhan memanggil setiap orang, baik di masa lalu maupun termasuk kita pada saat ini, untuk menjadi murid-murid-Nya. Karena pekerjaan misi Kerajaan Allah masih belum selesai. Tuhan sudah memulainya di Yerusalem, dan sekarang tugas kita sebagai para pengikut-Nya untuk meneruskan berita Injil itu, melalui kesetiaan, prioritas dan komitmen kita dalam menjalani hidup yang meneladani Kristus dan berpadanan dengan Injil-Nya. Kiranya Allah Roh Kudus yang sudah menyertai para murid di zaman gereja mula-mula akan terus menyertai kita dengan kuasa-Nya sehingga kita dengan penuh keberanian dapat menjadi saksi-saksiNya di mana pun Tuhan tempatkan kita.