Bacaan: Lukas 11:1-13
... Ketika Ia selesai berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya, “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan
Yohanes kepada murid-muridnya.”
(Lukas 11:1b)
Ratmini adalah seorang penerima baptis kudus dewasa. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah keluarga Kristen yang memperlakukannya dengan sangat ramah. Hubungan dalam keluarga majikannya juga sangat hangat. Situasi inilah yang menggerakkan Ratmini untuk mengenal siapa Tuhan Yesus. Dalam suatu katekisasi, Ratmini bertanya kepada pendeta, “Bagaimana saya harus berdoa? Saya bukan Kristen sebelumnya.” Ada kesungguhan darinya untuk belajar berdoa dan mengenal pengajaran Kristus.
Pengajaran Yesus tentang doa—yang dikenal dengan Doa Bapa Kami—diawali oleh sebuah permohonan salah satu murid Yesus: “Tuhan, ajarlah kami berdoa.” Pada masa itu, setiap guru Yahudi memiliki rumusan doa yang diajarkan kepada para muridnya. Yohanes Pembaptis—sosok kharismatik lainnya pada waktu itu—juga mengajarkan doa kepada para muridnya. Yesus tidak memandang rendah permohonan itu, meskipun seorang Yahudi dewasa seharusnya sudah bisa berdoa. Yesus tidak bersikap taken for granted. Ia pun mengajarkan para murid-Nya berdoa.
Bagi orang Kristen, doa bukanlah hal yang asing dan telah dikenal sejak dini. Namun, berdoa tidak serta-merta menjadi hal yang mudah. Berdoa memerlukan tekad untuk meluangkan waktu terbaik kita, juga koneksi hati dan pikiran kepada Allah yang kita tuju. Karena itu, kita perlu rendah hati untuk terus belajar berdoa.
REFLEKSI:
Kehidupan beriman bisa menghadapi stagnasi. Kerendahan hati untuk belajar menjadi kunci bagi iman yang bertumbuh.